Click these menus!

Pages

Tuesday, 29 December 2015

Dieng Plateau 2015 || Transportasi Menuju Dieng - Wonosobo

 Dieng 2015


Akhirnya, setelah empat hari kemarin menulis mengenai Purwokerto, sekarang saatnya menulis ke pokok persoalan liburan saya yang ber-solo traveling banget! Di tulisan kali ini saya membahas lebih ke arah kisah perjalanan saya menuju Dieng Plateau beserta transportasi, rute, waktu perjalanan, dan harga tiap-tiap kendaraan.

* * *
Seusai shalat subuh, sekitar jam 04.15 WIB saya segera menyiapkan diri beserta bawaan yang akan saya bawa ke Dieng. Saat waktu menunjukkan pukul 05.20 itu artinya saya sudah harus segera membereskan perlengkapan dan siap-siap keluar kosan. Setelah semuanya rapih, dan barang-barangpun lengkap untuk dibawa, serta saya merasa siap untuk pergi SENDIRIAN dan meyakini diri saya SIAP dengan segala resiko yang terjadi (karena sendiri banget) akhirnya saya pun keluar kosan sekitar jam setengah enam pagi (pukul 05.30). Saya keluar ke arah jalan utama depan kampus Unsoed dan sempat bertanya ke ibu penjual makanan mengenai angkot ke arah terminal. Jadilah saya menyetop angkot oranye setelah diberi tau jurusan angkotnya. Saya naik angkot tersebut tepat dari depan Unsoed pada pukul 05.45 WIB (butuh waktu 15 menit untuk menunggu angkot yang lewat karena kondisi yang masih pagi dan kebetulan hari itu adalah hari Minggu, mungkin membuat angkot-angkot belum ada yang beroperasi).
Sekitar pukul 06.00 pagi saya sampai di Terminal Bus Bulupitu PWT dengan membayar angkot hanya Rp 4000,- saja. Setelah itu langsung masuk ke bagian loket-loket yang menjual tiket. Saya sempat kebawa sama calo ke arah loket Busnya. Pada akhirnya, saya memilih untuk keluar dari hall tengah tempat penumpang menunggu) dan melipir ke arah penjual makanan yang berada di luar.
Ada Ibu-ibu (baik banget!) yang nanya ke saya mau kemana, saya jawab aja dan saya jelaskan bahwa saya mau ke Wonosobo dan saya sendiri, jadi saya mau naik bus yang jelas ---- benar-benar menuju Wonosobo.
Akhirnya Ibu itu pun mengantarkan  saya secara langsung ke bagian bus arah Wonosobo. Dia benar-benar tulus dan gak minta upah, benar-benar meninggalkan jualannya demi saya. Ya Rabb, sungguh lancar sekali hari itu rasanya hehe.
Ibu itu pun menunjuk-nunjuk ke arah bus yang dimaksud. Dia bilang bus itu segera pergi, dan pada umumnya bus ke Wonosobo tidak ada yang ngetem berjam-jam, asal ada 3-4 penumpang pasti langsung caawww. Itu yang saya rasakan, sejenak saya duduk dan tidak lama bus pun berangkat hihihi sungguh diberi kelancaran hari itu.

Nah, itu bus yang saya naiki tepat dari Terminal Bulupitu - PWT menuju Terminal Mendolo, Wonosobo. Nama busnya Virgo dan saya hanya membayar Rp 35.000,- untuk sampai ditujuan.
Oiah, saya mau menceritakan soal bus Virgo ini. Bus ini melaju dengan kecepatan tinggi alias ngebut cooy hahaha! Parah berasa naik kopaja/metro mini, tapi ini lebih ngebut lagi. Kalau yang udah pernah naik travel-travel Jakarta-Bandung, atau mungkin bus-bus jalur trans Sumatera, naahh kayak gitu rasanya - NGEBUDDDD!!!
Saya berangkat dari Terminal Bulupitu sekitar pukul 06.15 WIB dan sampai di Terminal Mendolo jam 08:45 WIB, lumayan banget kan? Bisa nge-save 35 menit dari total rata-rata waktu perjalanan yang biasanya ngabisin 3 jam di jalan.
Suasana bus didalam bersih banget, yaaa untuk ukuran kota kecil menurut saya bersih, lalu juga cuma ada sekali pengamen. Namun, pengamen yang naik di bus saat itu bukan pengamen-pengamen kayak di Jakarta yang pakaian nyeremin terus gak ikhlas dan suka maksa minta dengan gaya nyinyirnya. Mas-mas yang ngamen di bus Virgo itu suaranya oke lhoo, dan penampilannya rapih, sopan pula.


Pengamen yang sedang bernyanyi di dalam bus Virgo
Di dalam bus Virgo menuju Terminal Mendolo (Wonosobo)
Sekencang-kencangnya bus ini melaju, so far, tetep safety sih yang saya rasakan di bus ini. Alhamdulillah lancar diperjalanan dengan waktu kurang dari 3 jam (2 jam 25 menit). Oiah, rute perjalanan bus ini melaju dari kota Purwokerto - Purbalingga - Banjarnegara - Wonosobo sebagai destinasi terakhir bus tersebut.
Yeaaay, setelah sejam ngaso alias istirahat sebentar deretan warung kecil di dalam terminal, akhirnya saya dan penumpang lainnya pun berangkat. Kenapa saya gak langsung berangkat (yang padahal banyak bus yang langsung jalan ke arah Dieng tanpa ngetem) karena saya disuruh ikut bus merah dimana bus tersebut akan mengantar saya dan penumpang lainnya ke Dieng. Nahh, supir bus itu belum mau berangkat karena dia menunggu persiapan dari rombongan anak-anak muda yang mau hiking ke Gunung Prau. Remaja-remaja tersebut saat itu sedang berkemas-kemas membereskan perlengkapan gunungnya, kemudian ada juga yang masih makan, serta ada yang sedang mandi sebelum akhirnya “muncak”.


Finally, pukul 09:45 saya dan rombongan bus merah berangkat. Suasana diperjalanan dari Wonosobo menuju Dieng Plateau persis seperti jalanan ke puncak-puncak gunung pada umumnya, tapi perbukitan menuju Dieng itu luar biasa indah banget. Benar-benar terhampar dan membentang “wide” gitu ibarat fotografi. Kalau di Puncak Pass Bogor biasanya hanya bisa melihat hamparan pegunungan dari sudut tertentu, namun di sini setiap sudut puncaknya, kita dapat melihat indahnya deretan pegunungan termasuk puncak Gunung Prau dari kejauhan (bahkan saya melihat puncak Prau jauh sebelum sampai di Wonosobo).
Butuh waktu sekitar sejam lebih untuk sampai tepat di alun-alun Dieng (yang ada batu besar bertuliskan Welcome to Dieng. Kami ampai pukul 10:54 WIB dan benar-benar saya langsung take a picture berlatar belakang penumpang lain yang hendak mengambil barang mereka.

Alun-alun Dieng


Iyeeaaayy, itu kisah perjalanan saya menuju Negeri Para Dewa pada tanggal 20 Desember 2015 hari Minggu. Yap, seperti biasa saya akan memberikan list harga di bawah ini:
Perjalanan menuju Dieng:
  • Angkot dari depan Unsoed menuju Terminal Bulupitu: Rp 4000
  • Bus Virgo menuju Terminal Mendolo, Wonosobo: Rp 35.000
  • Teh manis hangat (beli di warung di dalam terminal): Rp 2000
  • Microbus warna merah menuju Dieng: Rp 20.000
*semua harga adalah harga di bulan Desember 2015
Di bawah ini adalah kronologi perjalanan saya dari PWT ke Dieng:
  • 05:30 Keluar dari kosan Selma kemudian menunggu angkot oranye di depan Unsoed.
  • 05:43 Naik angkot (rutenya sempat dibawa dulu ke stasiun PWT karena banyak penumpang angkot yang ke stasiun).
  • 06:00 Sampai di terminal PWT.
  • 06:15 Bis mulai berangkat, namun sempat ngetem di depan terminal.
  • 06:20 Berangkat total menuju Dieng.
  • 06:41 Sudah di Purbalingga, lalu sempat ngetem sebentar di terminal Purbalingga untuk mengangkut penumpang.
  • 06:46 Berangkat total dari terminal Purbalingga.
  • 07:28 Sudah di Banjarnegara.
  • 07:58 Sudah di terminal Banjarnegara
  • 08:45 Sudah di Terminal Mendolo, Wonosobo (akhirnya sampai!)
[Total perjalanan lebih kurang 2 jam 25 menit].
Kemudian istirahat menunggu penumpang-penumpang lainnya yang siap-siap ingin mendaki ke Gunung Prau (sebenarnya ada juga mikrobus yang langsung jalan, sayangnya saya sudah kecantol sama calo bus merah tersebut. Jadi, ini murni salah saya yang memilih untuk menunggu, bukan karena mengetem.
  • 09:45 Berangkat menuju Dieng Plateau.
  • 10:54 Sampai di Dieng (tepat di depan batu besar “Welcome to Dieng”.
[Total perjalanan lebih kurang 1 jam 10 menit].

Catatan:
Guuuys, jangan pernah malu bertanya ke siapapun (khususnya bagi yang jalan sendirian alias solo travel)! Kemudian jangan terlihat bodoh dan sikap Anda jangan kayak orang-orang yang kikuk banget! Sungguh, kalau Anda begitu pasti bakal ditipu-tipu tuh sama calo terminal dan petugas-petugas loket wisata. Jangan sampe kurang se-ons yaa guys! Haha

Regards,
FarahRZ

Mengenal Purwokerto Lebih Dekat || #Day3

Meet New Friends in A New Place


That day was the last day in Purwokerto, because the day after that day I’d leave that city...
Pagi-pagi setelah semalam tidur jam 12 lewat dikarenakan belajar buat tes TOEFL, rasanya (as usual yaa Farah) perut ini maag banget, kosong, dan keruyuk-keruyuk hehe. Saya sudah semangat banget bakal sarapan pagi dimana sama si Nike dan Indah.

Jreeeeng-jreeng, tetiba Indah dari lantai bawah bawain kita makanan nasi uduk dan teh manis hangat. Yaduh! Sempurna banget pagi itu hahahaha.



Yap, hari itu hari terakhir saya di Purwokerto sebelum akhirnya saya harus berlibur ke Dieng, dan pastinya hari terakhir kami bertemu. Ya gimana, kita tiga orang dari tiga kota yang berbeda, dan pastinya akan kembali ke kehidupan kita masing-masing setelah tes usai, weren’t we?
Singkat aja ya, hari ini tes TOEFL di SPEC dimulai pukul jam 9 pagi hingga selesai. Sebelum tes dimulai, saya dan Nike beli camilan ke Indomaret terdekat dari SPEC. Saya tipikal orang yang kalau sudah makan, sekenyang apapun teteup weehh perut rasa kosong (begitulah nasib orang yang mempunyai penyakit maag, jadi kudu nyetock banyak camilan kemana-mana).
Tes pun usai, dari semalam di kamar Indah, kami memang sudah berniat ingin jalan-jalan di sekitar PWT. Kami memilih Balai Kemambang sebagai tempat buat menghabiskan senja kala itu, sekaligus menghabiskan waktu bertiga bersama (asli, ini moment yang sedih banget saat itu). Kita go show ke Balai Kemambang sebelum akhirnya Indah akan mengantar Nike pulang ke Terminal Buluputu, PWT.
Kami pergi sekitar jam pukul 14:30 siang, langit masih aman-mana aja kala itu. Indah meminjamkan saya motor Mio-nya untuk saya pakai. Nike diboncengi Indah, dan saya nyetir sendiri. Hahahaha ini benar-benar pertama kalinya saya menggunakan motor di kota lain selain kota saya sendiri, Bekasi - Jakarta. Sebenarnya gak pertama kali, tahun 2014 saya pernah bawa motor di Pare, tapi Pare kan bentuk planalogi daerahnya kecil, tidak seluas PWT. Tapi okelah, anggap saja saya sudah pernah dua kali mengendarai motor diluar Jakarta, yaitu Pare dan PWT.

Kita hanya mengeluarkan kocek sebesar Rp 2500,- aja untuk tiket masuk ke Balai Kemambang, plus parkir bagi yang bawa kendaraan. Oiaaahh, yang saya suka dari PWT itu benar-benar semua tukang parkirnya JUJUR! Setiap saya berpergian dan pakai motor, selalu saja bayar parkiran itu Rp 1000,- ajahhhh.... Bahkan pernah dikasih pakai uang Rp 2000,- tetap aja ada kembalian seribu hihihihi, hayooooo kalau di Ibu Kota dan sekitarnya mah boro-boro euuy ada uang kembalian hihi (Maaf gak bermaksud menyinggung).


Yang saya suka dari Balai Kemambang itu adalah desain posisi “saung” (yaaa, apapun namalanya) yang berada ditengah-tengah kolam ikan koi. Banyak banget pengunjung yang dateng di sore itu untuk sekadar foto-foto dan menikmati senja bersama kawan-kawan mereka dan keluarga serta “pacar”. Jadi, gak heran kalau setiap sudut selalu banyak pasangan muda-mudi “mojokan” di sana hahaha. Saya, Nike, dan Indah saat itu hanya tertawa terpingkal-pingkal melihat setiap sudut area yang diisi oleh pasangan ABG yang sedang pacaran (pfft banget buat yang jomblo) :p


                                                                               * * *
Nah, foto di bawah ini, kami sedang berada di atas puncak menara Balai Kemambang/tower laah yaaa. Tower ini termasuk tinggi, sebab kita bisa lihat pemandangan yang jauh sekalipun dari atas sana. Kami pun gak lupa mengambil foto untuk dijadikan kenang-kenangan kita nantinya. Dari sini foto-fotonya alhamdulillah memuaskan. Bagus!



Oiah, saya lupa memperkenalkan mereka. Perempuan yang memakai kerudung berwarna merah adalah Nike asal Cilacap dan yang memakai kerudung berwarna biru itu Indah asli PWT. Mereka berdua sama-sama lulusan sarjana pendidikan. Nike dari Pendidikan Bahasa Indonesia dan Indah dari Pendidikan Ekonomi.
Guuuuyys, satu lagi yang saya suka dari BK ini, kalau dari tower kita bisa liat terasiring/sengkedan lho! Cakep banget dah, yaa maklum di Jakarta mana ada terasiring yang ada pencakar langit :(


                                                                              * * *
Kita gak lama-lama kok di BK, karena tetiba gerimis dan langsung hujan deras - amat deras. Jadilah saya membawa motornya (tetep aja ngebut haahhaha) agak licin. Sembari menunggu hujan reda dan kita belum ada makan siang ke sore, kami pun berhenti untuk makan bakso. Moment yang pas banget, hujan deras ditambah bakso dengan kuah yang hangat serta es teh manis, lalu ditemani wanita-wanita yang hebat, rasanya memang selalu bersyukur pada Allah bahwa saya, Farah, selalu diberikan hidup yang baik oleh-Nya. I love you, Allah!


Waktu sudah semakin sore, saatnya kita berpelukan!!!! *eehh maap (bukan telletubies), saatnya kita berpisah. Ahh sedih banget asli itu moment! Indah harus mengantarkan Nike ke terminal dan saya harus kembali ke kosan. Cediiihhh, beut!
Ini foto kami terkahir, the last but not the least:


Nike, Indah ... di mana pun kamu berada, semoga Allah SWT selalu melindungi kamu. Kalian berdua teman-temanku yang baik banget! Saling mengisi, menghibur, saling nyempetin waktu satu sama lain. Inget banget sampai detik ini saya nulis, kalian punya cita-cita dan pengalaman kerja yang seperti apa, semoga cita-cita kalian di ijabah oleh Allah, bisa S2 dan jadi tenaga pendidik dan pengajar untuk Indonesia aamiin. Kalian Hebat! Semangat terus Nik, Ndah ... doa saya dari sini :)

                                                                             * * *
Yap, itu aja cerita saya dihari terakhir di PWT sebelum akhirnya saya berangkat ke Dieng dikeesokan paginya. Setelah berpamitan dan berpisah dengan mereka, saya langsung masuk kamar Ema (foto diatas difoto tepat di depan pintu pagar kosan Ema) dan langsung istirahat buat nge-charge diri untuk persiapan liburan ke Dieng.
Makan malam saat itu hanya delivery nasi goreng pedas dan nasi gorengnya itu rekomen banget, dan saya hanya ngeluarin kocek Rp 7000,- aja untuk bisa makan nasi goreng dengan porsi yang lumayan banyak hihi.                                                                                          
Seperti biasa, saya cantumkan harga-harga selama hari ke-3 di PWT di bawah ini yaa:
Hari ke - 3:
  • Beli camilan di Indomaret: Rp 12.600
  • Jalan-jalan ke BK @ Rp 2500 x 3 (saya nraktir mereka hehe): Rp 7.500
  • Makan bakso + es teh manis: Rp 13.000
  • Makan malam nasi goreng pedas: Rp 7000
  • Total: Rp 37.100

Regards,
FarahRZ

Sunday, 27 December 2015

Mengenal Purwokerto Lebih Dekat || #Day2

Finally, The Day!

Pagi hari selepas bangun tidur, perut saya sudah “kruyukan” alias laper banget. Nah, kegiatan saya di PWT hari kedua ini sebenarnya hanya datang ke kelas Preparation TOEFL aja di SPEC. Jadi, gak ada yang spesial banget menjurus ke vacation (berhubung memang datang ke PWT bukan untuk holiday). Alhasil, saya pun sudah gak sabar pingin banget sarapan dekat kosannya Ema. Kalau gak salah rutenya adalah dari depan kosan ke arah lapangan sepakbola, setelah itu belok kiri ikutin jalan sampai ketemu Alfamart yang berada di sisi kiri jalan, lalu kita nyebrang ke sisi kanan jalan. Ada gang, masuk aja dan lurus terus sampai ketemu rumah makan di sisi kanan jalan dan warnanya cokelat (saya lupa nama rumah makannya apa). Rumah makan ini desainnya bagus kok untuk ukuran daerah kos-kosan Unsoed.

Sepulangnya kami dari sarapan pagi, Ema ngajak saya main-main ke Unsoed (sebenarnya nemenin dia naro tugas ke ruang gurunya di kampus). Yasudah, setelah sarapan pagi saya lekas mandi dan langsung ikut Ema ke Unsoed.
Yeah, sayangnya lagi-lagi saya gak punya foto Unsoed seperti apa, tapi seperti biasa saya akan menyisipkan gambar berserta link aslinya ya.
Jujur, Unsoed memang luas banget dibanding Trisakti (yaiyalah Faaaa haha). Dulu ya, ekspektasi saya mengenai Unsoed itu letaknya di gunung, pedalaman desa, dan benar-benar jauh dari kota. Pokoknya ekspektasi yang gak banget. Saya pertama kali dengar Unsoed saat Fachmi Muzaqii sahabat saya masuk Kedokteran Gigi Unsoed. Dari situlah saya tau Unsoed tapi belum ada nge-search apapun mengenai Unsoed hingga akhirnya saya datang langsung ke Unsoed. Kedua, saya tau Unsoed dari teman sekamar saya dulu saat di BSK - Kampung Inggris, Pare. Namanya Nadya. Dia kelahiran 1993 yang saat itu mengambil studi Bisnis kelas internasional (sarua jeung Selma). Sampai akhirnya saya tau bahwa Unsoed ternyata cukup oke daripada ekspektasi saya hahaha ... Unsoed gedungnya persis seperti IPB, quite old gitu (yaiya dong Fa, jangan samain sama kampus swasta).

Setelah saya nemenin Ema ke Unsoed, kami pun sudah kelaperan karena jam menunjukan waktu pukul 12 siang bertepatan dengan Shalat Jumat. Kami memilih Hejo sebagai tempat untuk makan siang saat itu. Kenapa Hejo lagi? Entahlah, karena letaknya yang berdekatan dengan Unsoed. Posisi Hejo ini di sebrang jalan sekitar 80 -100 meter sebelum Unsoed kalau dari arah alun-alun/stasiun ke arah Baru Raden.

image


Menu yang saya makan adalah Nasi Telur atau biasa disingkat “Nastel” + Ayam Karage Keju + air putih tapi tidak gratis (sorry gambarnya seadanya banget, soalnya saya ambil pas detik-detik mau habis dan saya baru teringat untuk difoto sebagai bukti postingan di tumblr hehe). Buat saya menu ini enak banget, jadi serasa kayak bikinan di rumah. Tinggal goreng karage sama telur, jadi deh! Haha
Waktu menunjukan jam 1 siang, itu artinya Selma harus masuk kelas dan saya harus segera ke SPEC untuk kelas preparation jam 2 siang nanti. Dari Hejo saya naik angkot sekali ke arah SPEC dan hanya butuh waktu 2 menit untuk tiba di sana.
Sore hari setelah kelas preparation selesai, saya dan dua teman baru saya, Indah dan Nike, memutuskan untuk makan sore di Mayasi. Dari SPEC gak usah nyebrang jalan, sebab posisi Mayasi sederetan dengan SPEC. Jalan saja sedikit, patokannya setelah Indomaret.

image


Sampai di Mayasi, Indah dan Nike memesan ramen dan teh botol sedangkan saya hanya memesan es durian. Saya gak mesen yang lain sebab tadi siang saya sudah makan nasi di Hejo, jadilah perut saya full enough kalau harus ditambah makanan berat.

image


Di Mayasi ini tempatnya bagus, cozzy gitu dan sudah tersedia Wi-Fi gratis. Gak heran saat saya datang ke sana, banyak anak-anak SMP/SMA dan pasangan muda-mudi lainnya nongkrong sambil mainan gadget. Tempat ini cukup rekomen untuk nongkrong dan melepas penat bersantai bersama kawan-kawan kalau Anda datang ke PWT.
Malam ini saya gak nginep di kosannya Ema karena saya dan Nike harus belajar bareng buat tes keesokan hari di rumah Indah. Indah baik banget! Dua teman baru saya ini baik-baik banget, sungguh! Padahal kami bertiga baru saja kenal 2 hari tetapi sudah menginap bareng. Modal kepercayaan kami benar-benar keluar. Orang asing gak selamanya harus diwaspadai! Buktinya, kami langsung akrab berasa teman lama yang sudah kenal bertahun-tahun lamanya. Indah benar-benar menjamu kedatangan saya dan Nike. Gak tanggung-tanggung, kami diajak menginap dirumahnya, kemudian diberi camilan tempe mendoan plus cabe rawit hijau ala masakan Indah sendiri. Makan malam dan sarapan pagi dikeesokan harinya pun disajikan oleh Indah (lumayan nge-save money buat 2x makan hehe).
Nah, guuyss, berikut list harga-harga apa aja yang saya lakukan di hari kedua kala itu.
Hari ke -2:
  • Sarapan pagi dekat kosan Ema: Rp 11.500
  • Nasi Telur Karage Keju: Rp 11.000
  • Air Putih: Rp 1000
  • Angkot: Rp 1000
  • Es Durian Mayasi: Rp 14000
  • Total: Rp 41.500
Catatan:
Rumah makan di PWT memang murah-murah (kayak di Pare) tapi bukan berarti cocok semua diperut. Sometimes, ada yang rekomen ada yang gak. Jadi, pintar-pintar memilih menu makanan sebelum akhirnya menyesal membeli makanan yang gak sreg di lidah, kerongkongan, dan perut hehe *peace.

Regards,
FarahRZ