Click these menus!

Pages

Tuesday, 12 January 2016

Dieng Plateau #day2 || Bertemu Anak Rambut Gimbal

Dieng Plateau 2015


image

Here I am!
Senin, 21 Desember 2015 adalah cerita saya dihari kedua di Dieng. Benar-benar sangat semangat pagi itu. Udara di Dieng memang mantab sekali menurut saya. Semalaman saya harus bertahan dengan udara dingin dan suhu yang rendah sekali. Malam hari ditanggal 20 Desember 2015 (Minggu), hal yang saya lakukan hanyalah memutar Playlist lagunya Ellie Goulding (Delirium) dan bermain gadget membuka media sosial. Habisnya saya bingung, apalagi yang harus saya lakukan dengan seorang diri. Tidak ada teman ngobrol, dan lawan saya hanyalah gadget Samsung Tab dan ponsel Asus Zenfone 5. Namun, itu semua benar-benar seru sih menurut saya, sendiri bukan berarti ngebosanin. Malah, karena tipikal saya adalah tipe orang yang memang suka menyendiri, dalam sendiri saya bisa melakukan banyak hal dan gak terbatas oleh kehendak orang lain. Paham, kan? hehehe
Akhirnya saya pun memutuskan untuk tidur. Saya pikir, saya akan ketakutan dan gak bisa tidur karena resah sendirian, takut akan hal-hal yang tidak diinginkan. Tapi ternyata semuanya berbeda dengan apa yang saya pikirkan. Yeaaahh, semalaman hingga pagi hari saya PULESSSSS tidur!
You know what? Yup, suhu di Dieng memang membius saya dan menyihir saya hahaha. Enaaaaakkk bangeeett buat dibawa tidur. Saya yang sudah menargetkan untuk bangun antara pukul 5 atau pukul 6 pagi, malah keenakan tidur. Asli, enak banget! Saya benar-benar malas bangun dan bergerak untuk segera siap-siap buat jalan-jalan lagi. Parraaahh enak banget ngulet-ngulet dikasur, lanjut tidur dengan suhu yang dingin gitu.
Senin pagi yang menyejukkan, suasanya tentram banget. Pagi yang sangat sunyi, tentram, dan damai walau dengan dinginnya keadaan Dieng pagi itu. Saya bangun seolah kayak lagi shooting film dimana adegannya saya di shoot dengan pose baru bangun tidur yang bersemangat, kemudian wajah saya mengeluarkan senyum bahagia dan cerah merona sambil ber-”hoaaamm” dan berjalan kearah jendela lalu membuka jendela. Bisa dibayangkan bagaimana adegan filmnya? Jangan! Akan hancurrrr hahahahaha



Itu gambaran suasana sekitar penginapan saya yang saya ambil dari jendela kamar saya. Bagus ya?! Kalau tidak salah, suhunya bisa mencapai 12-14 derajat celcius. Dingin banget!






Sekitar pukul 8 pagi, saya segera keluar dari penginapan dan langsung menuju kawasan wisata pertama di hari itu. Ya, saya menuju kawasan Telaga Warna pagi itu. Dari penginapan Bu Djono, saya berjalan kaki menuju tempat tersebut. Butuh waktu 20 menit atau lebih kurangnya 2 KM panjang perjalanan ke sana. Sebelum sampai di pintu masuk kawasan Telaga Warna, anda akan menemukan pos loket pertama untuk memasuki kawasan Dieng Plateau. Pos tersebut adalah loket tiket di mana anda harus membayar Rp 8000 untuk masuk ke area wisata Dieng Plateau. Tiket ini sudah termasuk tiket nonton pelmm di Dieng Plateau Theatre.
Nahh, dari pos tersebut anda masih harus berjalan kaki ke Telaga Warna dengan jarak yang ditempuh sekitar 500 meter. Jujur, saya menikmati banget jalan-jalan saya pagi itu. Capek? Uummm, gak sih ya, karena saya berasa kayak lagi jogging, jadi dibawa asyik aja sambil nikmati udara Dieng yang sejuk dan adem.
Setibanya saya di kawasan Telaga Warna, saya harus membayar lagi tiket masuk ke dalam area dengan harga Rp 5000, ini tiket khusus ke Telaga Warna. Oiah, btw, harga Rp 5000 adalah harga untuk hari Senin atau weekday. Jadi, kalau untuk weekend saya kurang tahu (maaf!) haha.
* * *
image

Nah, ini yang dinamakan  Telaga Warna. Saya suka banget sama tempat ini. Untuk bagus enggaknya, saya rasa itu adalah relatif yaa gimana kitanya. Saya sih suka! Tempat ini bisa membuka pikiran dari kepenatan, jenuh sama suasana kota, ataupun bisa me-refresh kembali otak karena suasana sejuknya itu.
Ya, apalah daya saya yang hanya seorang diri, entah gimana mau foto diri sendiri dengan pemandangan telaga dibelakangnya, susyeeehh ... bingung! Mau minta difotoin tapi mereka yang ada bersama saya saat itu juga sedang asyik-asyiknya berpacaran. Jadilah saya yang malah mengambil foto mereka hahahaha. Sebenarnya kesalahan saya adalah bukan karena solo travel-nya, tapi saya gak punya monopod dan tripod untuk ponsel, jadi yaaa terima aja lah yaa Farah segala sesuatunya haha.



image

Selanjutnya, saya menuju Batu Ratapan dan Batu Pandang. Dari Telaga Warna masih satu lokasi kok, tapi untuk menuju ke puncak tersebut/batu tersebut, saya harus mendaki melewati jalan setapak yang sudah diberi susunan anak tangga. Nah, hal yang saya rasakan slama nanjak naik tangga ke atas puncak Batu Ratapan khususnya, saya benar-benar sendiri ke atas, gak ada orang lain di belakang ataupun di depan saya. Suasana hutan kecil itu sangat dingin/sejuk gitu, terus sunyi banget. Yang benar-benar saya takuti sebenarnya bukan hantu, asli bukan hantu. Yang saya takuti kalau ada orang jahat, binatang buas, atau orang gila. Pokoknya lebih ke makhluk hidup. Who knows, kan? Kalau tiba-tiba saya dibekap terus dibius, dibawa ke hutan atau atas gunung, idiiiiihh Naudzubillahimindzalik, pokoknya hati-hati buat kalian yang solo travel khususnya CEWEK!





Yap, di bawah ini foto pemandangan Telaga Warna dari puncak Batu Ratapan. Untuk bisa sampai di sini, saya diantar oleh seorang Pak petani yang menjaga kawasan Batu Ratapan. Sebelumnya saya sempat ditawarkan untuk ke Batu Ratapan atau langsung saja menuju Batu Pandang. Apabila mau ke Batu Ratapan, saya bisa memberi “tanda terima kasih” berapa saja sesuka hati saya. Saat itu saya beri Rp 10.000 dengan maksud adil dan sama seperti harga ke Batu Pandang.Untuk menaiki Batu Ratapan, track nya cukup melelahkan, ditambah saya melewati rumput-rumput yang sangat tinggi, bahkan tinggi rumput-rumput tersebut bisa setinggi badan saya. Awalnya saya merasa was-was diantar oleh Bapak tersebut. Jujur, dalam benak saya, saya takut dibohongi dan dibawa kabur ataupun di “macem-macemin” sama dia, tapi entah mengapa otak/hati dan kaki tidak sinkron. Rasanya kaki ini masa bodoh dengan segala keraguan hati dan kenegatifan pikiran diotak saya. Kaki ini terus melangkah mengikuti segala persuasi si Bapak itu. Jadilah saya terus mengikuti si Bapak tersebut yang berniat mengantarkan saya ke atas puncak Baru Ratapan. Benar-benar was-was, dan saya selalu memperhatikan sekeliling saya. Takutnya dia membawa para teman-temannya dan “membunuh” saya hahahaha (ngaco banget ini otak!). Saya sudah mengambil ancang-ancang dan memperhatikan arah datang untuk bisa pulang kembali ke bawah.
Ternyata segala dugaan yang saya terka adalah hanya prasangka buruk saja. Bapak itu sepanjang jalan menceritakan kisah keluarganya khususnya menceritakan anak-anak beliau yang telah sukses bekerja di kota. Dia juga membantu saya mengambil foto selama di atas Batu Ratapan. Angel yang cukup baik untuk seorang bapak tua yang tinggal di desa menggunakan alat canggih kamera hp saya. Saya benar-benar ditawarkan foto yang banyak dan jangan buru-buru turun, kalau bisa sampai puas. Sebenarnya sampai di atas saya masih mempunyai rasa khawatir. Takutnya saya didorong ke bawah hahahahahah (nethink abis!)








Yes, those are my photos! The first one, the picture was taken by me then the second picture was taken by “Bapak” hehe. Setelah selesai dan puas befoto-foto, kami pun turun kembali ke bawah ke arah pertigaan dari Telaga Warna, Batu Pandang, dan Batu Ratapan. Alhamdulillah tidak ada hal yang aneh-aneh selama saya diajak naik ke atas Batu hahaha. It’s just my imagination!
Setelah dari Baru Ratapan, saya melanjutkan perjalanan ke Batu Pandang dan kembali harus menaiki tangga-tangga kecil dan menanjak karena letak posisi Batu Pandang berada di atas bukit. Untuk sampai di sana, sebelumnya kita harus membayar tiket masuk sebesar Rp 10.000 saja, dan ini lah Batu Pandang:




Sayangnya, saat saya datang, kabut tebal menyelimuti lokasi tersebut. Saya agak susah mendapatkan foto pemandangan yang bagus layaknya gambar-gambar di internet. Jadilah saya memotret seadanya pemandangan di Batu Pandang yang tertutup oleh kabut.
Dari atas puncak tersebut, saya bisa melihat Telaga Warna dan barisan pegunungan, juga seluruh pemandangan alam Dieng. Indah sekali! Sungguh saya sangat menikmati sekali duduk-duduk di sekitar lokasi Batu Pandang sekaligus melihat panorama dan menghirup udara sejuk Dieng.
Oiah, pernah mendengar “Anak Rambut Gimbal Dieng” kah sebelumnya? Yap, saya juga sebenarnya baru mengetahui sejarah atau ke-detailan mengenai anak rambut gimbal Dieng itu saat detik-detik mau liburan ke PWT-Dieng. Sebelumnya saya hanya “pernah mendengar” saja namun tidak tahu persis seperti apa itu anak rambut gimbal. Namun, setelah akhirnya saya memutuskan untuk liburan ke Dieng, saya ada membuka internet dan menjelajah mencari tahu mengenai anak rambut gimbal. Dari situ saya berharap dapat bertemu dengan salah satu anak kecil yang punya rambut gimbal. Lumayan, bisa buat kenang-kenangan, kan? Daaannn, alhamdulillah di Batu Pandang tersebut saya dipertemukan dengan si anak rambut gimbal yang bernama Meika (7 tahun).




image


Awalnya saya kira dia perempuan, habisnya suaranya lembut sekali. Saya benar-benar gembira saat bertemu dengan Meika si anak rambut gembel (gimbal). Dia sama saja seperti anak-anak seumurannya, pintar, kritis, dan menggemaskan. Saya tidak berlama-lama dengan Meika dan di Batu Pandang itu sendiri. Saya merasa amat puas seketika saat bertemu Meika. Bukankah tujuan selain melihat keindahan alam Dieng, juga ingin melihat si anak rambut gimbal? Mission passed!
Lokasi selanjutnya yang saya kunjungi sekaligus menjadi lokasi terakhir liburan 24 jam saya di Dieng adalah Dieng Plateau Theatre. Dieng Plateau Theatre merupakan suatu teater di mana di dalamnya kita dapat menonton cuplikan kisah-kisah masa dahulu di Dieng, sejarah Dieng, serta pemandangan Dieng. Sungguh excited sekali saya menontonnya. Mereka menampilkan tontonan dan alur kisah yang sangat baik dan bagus lho, jadi benar-benar gak percum kalau kalian mengunjungi lokasi Dieng Plateau Theatre.




image


Oiah, untuk masuk kawan teater ini, kalian tidak perlu membayar HTM lagi karena sudah sekaligus menjadi tiket terusan saat pertama kali kita membayar tiket di pos awal (pos pertama kali) sebelum kita memasuki loket Telaga Warna (jadi bukan satu kesatuan dengan loket Telaga Warna).
Yeay, selesai sudah liburann saya di Dieng selama dua hari satu malam. Setelah Dieng Plateau Theatre menjadi kawasan terakhir saya berkunjung, saya langsung balik ke penginapan dan mengepak barang-barang, berberes-beres di kamar, dan beristirahat sejenak sebelum akhirnya saya harus pulang siang itu.
Pukul 13.00 saya kembali ke PWT dengan menaiki microbus yang saya tunggu persis di depan penginapan Bu Djono. Banyak microbus yang lalu lalang di pertigaan itu. Untuk transportasi pulang ke PWT, sama saja seperti transportasi saat saya datang ke Dieng dari PWT. Karena ini kebalikannya, jadi pertama, saya harus menaiki microbus dengan tujuan Terminal Mendolo, Wonosobo, kemudian dilanjutkan dengan Bus Wonosobo - PWT, dan terakhir karena waktu sudah maghrib, saya hanya bisa menggunakan ojeg ataupun traksi. Saya lebih prefer memilih ojeg karena harga taksi pasti lebih mahal. Alhasil, saya naik ojeg dari terminal di PWT ke kosan Selma setelah akhirnya saya tawar-menawar harga ojeg.
Pada malam hari di Purwokerto, selepas pukul 5 sore ke atas, sangat jarang bahkan hampir tidak ditemukannya angkot yang beroperasi layaknya di Jabodetabek. It was barely to see angkot there. Untuk itu, taksi ataupun ojeg adalah pilihan yang tepat untuk anda apabila bepergian di malam hari.
Nah, itu saja kisah saya selama lebih kurangnya 24 jam di kawasan Dieng Plateau. Di bawah ini seperti biasa akan saya tulis daftar pengeluaran saya di hari kedua saya:
  • Tiket masuk kawasan Dieng Plateau (include Dieng Plateau Theatre); Rp 8000
  • Tiket masuk ke Telaga Warna (WD/Senin): Rp 5000
  • Tiket masuk ke Batu Ratapan Angin: Rp 10.000
  • Tiket masuk ke Batu Pandang: Rp 10.000
Total: Rp 33.000
Catatan:
Pesan saya selama anda ber-solo travel adalah anda tetap harus waspada, hati-hati, lalu jangan terlihat “bodoh” ataupun “cengok (gak tau apa-apa)”. Kalau ada yang tidak dimengerti atau sekiranya bingung anda sedang di mana atau harus bagaimana, tanya! Anda harus bertanya atau anda akan tersesat di jalan. Jangan pernah panik dalam situasi apapun walaupun anda sedang sendiri. Tetap tegas dengan siapapun tetapi tetap sopan dan santun terhadap orang lain di jalan. Jaga uang, jaga benda berharga, jaga kondisi fisik, dan jaga sampah-sampah yang anda punya. Selamat berlibur ke Dieng, selamat menikmati!

Regards,
FarahRZ

Thursday, 7 January 2016

Dieng Plateau #day1 || Akhirnya ke Dieng!

Dieng 2015


Alhamdulillah, akhirnya bisa nge-blog kembali mengenai kawasan Dieng Plateau setelah seminggu absen menulis dikarenakan liburan tahun baru bersama sahabat-sahabat tercinta (Ayub, Aulia, Boy, Erik, dan Jopan) ke kecamatan Pare, Kediri, Jawa Timur.
Sebelum berangkat untuk berlibur bersama mereka, saya ada menulis di Dieng Plateau 2015 || Transportasi Menuju Dieng - Wonosobo mengenai perjalanan menuju Dieng dari PWT dan Wonosobo sebagai cerita pembuka untuk cerita inti mengenai Dieng kali ini. Naahh seperti apa kisah seru saya di dataran dengan ketinggian 2000 mdpl tersebut? Let’s check it out!


* * *
Dieng ... Pertama kali saya dengar nama/kata Dieng itu mungkin sudah lama, cuma mungkin saya gak ngeuh aja mengenai Dieng. Lebih nyadar dengar kata/nama Dieng itu saat dibangku kuliah, yang saya tahu jaman-jaman itu banyak banget trip-trip ke Dieng. Oiah, satu hal yang selalu saya syukuri dan merasa diri ini selalu beruntung sekali soal nge-trip adalah, setiap saya berdoa (jangankan berdoa, hanya kepingin aja, hanya berucap dan penasaran soal tempat wisata), gak lama kemudian Allah SWT mengabulkan keinginan-keinginan saya yang padahal hanya sebuah keinginan yang sepintas, lewat begitu saja dibenak saya. Namun, Allah SWT memang baik, Dia selalu memberikan apapun yang saya inginkan. Seperti di tahun 2013, saya ingin tahu kayak apa sih Malang dan Bromo itu, kalau gak salah saya ada rasa-rasa kepingin banget itu di tahun 2013 menuju 2014, dan tadaaaaaaaa .... Rabb memberikan saya kesempatan jalan-jalan ke Malang dan Bromo diakhir tahun 2014. Bahkan Malang, saya sudah tujuh kali (7x) datang kesana untuk sekadar jalan-jalan (bukan liburan). Pernah juga waktu itu sedang nonton program TV masak di tahun 2013/2014 (antara kedua itu), scene saat itu menceritakan si host nya mendaki ke Kawah Ijen, dan saat itu saya ada ngomong dalam hati ke Allah, kapan yaa saya bisa ke Ijen. Then, saya pun di akhir tahun 2014 ke Ijen untuk tahun baruan di sana. Ijen boooooo - TAHUN BARUUU!

* * *
Dieng ... Sebuah dataran tinggi dengan ketinggian 2000 mdpl yang terletak di daerah Wonosobo, Jawa Tengah, yang mana apabila kalian datang, suhu disini bisa mencapai 9-13 derajat celcius dan semua kawasan serta perumahan bisa tertutup oleh kabut yang tebal. Jangan ditanya kalau soal dingin, 9-13 derajat booooo!! Tapi kalau lagi suhu normal, yaa dinginnya juga normal, paling 15 derajat celcius keatas.
Dibulan Juli dan Agustus, suhu di Dieng bisa mencapai titik beku bahkan minus. Kawasan di Dieng bisa ditutupi oleh es saking suhunya dingin banget. Saya tahu berita ini karena saya nonton fakta-faktanya dari Dieng Theatre.
Dieng ... Saya benar-benar tidak ada kepikiran untuk pergi ke Dieng. Mengenal namanya dan menyadarinya saja baru, benar-benar baru. Layaknya saya mengetahui Bromo dan Ijen, tapi seketika - saya langsung dipertemukan.
Di tahun 2015 bulan Mei, awalnya saya dan tiga teman saya, Hadi, Breiner, dan Annissa berencana akan jalan-jalan ke Dieng, bahkan kita sudah membeli tiket KAI. Sayang seribu sayang, saya dipanggil interview kerja, dan akhirnya liburan kami pun batal.
Dieng ... Entah apa yang membuat saya sekejap langsung memutuskan untuk pergi berlibur sendirian ke Dieng saat itu. Awalnya memang ada kegiatan di PWT untuk mengikuti test TOEFL ITP di SPEC, tapi benar-benar gak ada bayangan mau jalan ke Dieng. Nah, mendekati H-2 minggu keberangkatan, saya pun meyakinkan diri saya dan memantapkan diri saya untuk bisa ber-solo travel ke Dieng karena menurut saya tanggung banget udah berangkat jauh-jauh dari Jakarta ke PWT (yang notabene tempat wisatanya hanya Baru Raden) tapi gak merasakan liburan. Alhasil, saya pun cari cara untuk tetap merasakan liburan selama pergi ke daerah PWT. Tempat wisata yang super kece terdekat dari PWT yaaa itu, Dieng yang berlokasi di Wonosobo.
Setelah akhirnya berselancar di dunia maya dari sebelum keberangkatan ke PWT hingga malam sebelum jalan ke Wonosobo, saya selalu mengutak-atik blog orang, mencari tahu keadaan di Dieng. Dan.... pada akhirnya, hati saya pun mantap! Bismillah :)
* * *
Minggu, 20 Desember 2015 pukul 10:54 pagi, saya tiba tepat didepan batu besar (tugu) kawasan Dieng yang bertuliskan “Welcome to Dieng”. Mikrobus yang saya tumpangi saat itu menurunkan saya tepat disana. Tugu tersebut juga berlokasi tepat bersebrangan dengan penginapan yang saya tempati, penginapan Bu Djono. Di penginapan tersebut, saya menginap selama dua hari satu malam (2D1N).


Rumah Bu Djono

Setelah akhirnya saya mengambil barang-barang dari mikrobus, saya segera masuk ke penginapan untuk 
check in dan juga segera membayar lunas. Berhubung saya sudah membooking dengan dibantu oleh Ibu Dwi, jadilah saya dapat kamar regular (bukan VIP) dengan harga Rp 75.000 sudah termasuk kamar mandi luar + air panas + shower, serta WiFi. Beuuuhhh, mantap gak tuh?
Saya benar-benar gak ada ekspektasi apapun mengenai penginapan tersebut. Yang saya tahu pada umumnya penginapan-penginapan dengan harga terjangkau dan dengan lokasi yang berada di Pulau Jawa (akibat pernah tinggal lama di Jawa Timur), pasti kondisi kamarnya akan sesuai dengan tarif yang berlaku (kondisi kamar yang seadanya dan kecil).
Dan jreeeeng- jreeeeeng ...... 







Gede bangeeeeeeettt! Luas bangeeeeetttt!!! Bersiiiiih bangeeettt!! Sungguh diluar dugaan saya banget lho ini. Saya kira dengan harga Rp 75.000 saya akan tidur dipenginapan yang ... yaaaa gimana sih kalau harga Rp 75.000, ngebayang, kan (kondisi seadanya dan kamar super kecil)?
Awalnya, saat dimeja tamu, saya dijamu dengan pertanyaan mau kamar yang mana dan mereka memberitahukan bahwa semua harga sudah masuk ke harga per 20 Desember 2015 saat itu, dengan alasan banyak wisatawan datang dan harga sudah memasuki harga tanggal 20 (agak gak logis sih). Namun, saya bilang saja bahwa saya sudah booking sejak tanggal 12 Desember 2015 lalu kepada Ibu Dwi, dan Ibu Dwi bilang kamar saya harganya Rp 75.000. Jadilah mereka mengikuti apa yang diinstruksikan oleh Ibu Dwi, kalau tidak ... saya bisa kena harga kamar per 20 Desember tadi tuh, dengan harga Rp 125.000 untuk kamar regular.
Setelah berleha-leha sejenak di kamar, sambil menikmati enaknya dan ademnya kamar yang kayak lapangan bola (hahaha lebay!), saya pun turun dan segera meninggalkan penginapan untuk segera berpetualang dihari pertama ini.
Sebelum saya melanjutkan petualangan saya di Dieng dihari itu, saya menyempatkan diri untuk makan siang dahulu (pasalnya saya belum ada makan/sarapan dari pagi kecuali hanya minum teh hangat di Terminal Mendolo, Wonosobo) di warung belakang penginapan Bu Djono. Siang itu saya menyantap makanan rumahan atau parasmanan dengan menu nasi + tempe orek kecap + sayur + air putih (gratis). Dengan harga yang murah serta porsi yang bisa diambil suka-suka (tapi hanya sekali ambil), saya pun kenyang dan dapat merasakan kenikmatan makan siang kala itu.
Makan siang pun sudah, selanjutnya saya langsung pergi ke tempat wisata pertama yaitu Candi Arjuna. Saya membeli tiket terusan seharga Rp 10.000 yang mana tiket ini sudah termasuk tiket ke Kawah Sikidang dan Candi Arjuna. Tapi sayangnya saya tidak pergi ke Kawah Sikidang (abisnya orang-orang bilang telalu jauh untuk berjalan kaki, karena bisa mencapai 2-3 km) yowees, saya ikuti daripada kesorean disana dan gak bisa pulang kalau hujan haha.
Oiah, ada cerita lucu saat saya mau membeli tiket di pos penjualan tiket masuk wisata. Kebetulan ada dua bapak-bapak yang jaga (baju merah dan baju hitam). Mereka berdua sangat heran saat mereka tahu bahwa saya hanya seorang diri. Saya membeli tiket terusan yang harganya Rp 10.000 tadi dengan uang Rp 20.000. Si bapak baju merah terkejut sambil memegang uang Rp 20.000 saya, “Ini dua tiket?” Kemudian saya menjawab, “Ohh, enggak, Pak! Satu aja.” Dia pun bertanya kembali, “Oalah Mbak ne sendiri toh?” “Iya, Pak, saya cuma sendiri aja kesini.” Akhirnya bapak baju merah tersebut memberikan saya wejangan bahwa, “Mbak, gini ... mbak ne kan sendiri toh? Hati-hati pokoknya kalau sendirian. Mbak nya ini cewek bandel yoo!” Sontak saya bingung dan terheran, “Ihh, Pak, saya bukan cewek nakal, lho!” “Lho, yaa memang bukan cewek nakal. Saya kan bilang, mbaknya cewek bandel. Berani jalan sendiri jauh-jauh dari Jakarta. Bandel toh, pasti gak mau denger omongan orang, pasti gak suka dilarang-larang, iya toh?” Saya dan bapak-bapak itu pun tertawa karena dugaan mereka benar, saya memang cewe bandel yang batu banget kalau dikasih tahu. Namun, tidak sekeras itu juga kok, tetap dijalur yang lurus kalau dinasehati pelan-pelan hahahaha.

Candi Arjuna - Dieng



Candi Arjuna (besar) dan Candi Srikandi (kecil)
Setelah mengambil foto-foto dari segala sudut candi, saya menemukan satu sudut dimana disana terdapat banyak badut-badut dan berbagai atraksi topeng serta ada kuda poni lucu yang mana kita bisa foto bersama mereka. Eiittss! Tidak gratis! Saya harus mengeluarkan kocek untuk foto bersama badut “Teletubbies” seharga Rp 10.000 untuk 3x jepretan.

Foto bersama Para "Teletubbies"  di halaman Candi Arjuna
Setelah puas menikmati Candi Arjuna (kalau gak salah sampai jam setengah dua saya disana), saya pun kembali ke penginapan. Sebelumnya saya sempat makan lagi, kali ini saya pesan mie ongklok + air putih gratisan. Mie ongklok yang saya beli harganya Rp 10.000 dan porsi mie nya lumayan padat dan banyak, enak lho! Sebelum saya mencicipi yang namanya mie ongklok, dahulu saya kira mie ongklok ini layaknya mie kocok Bandung, pasti gurih dan pedas. Ternyata setelah mie ongklok tersebut dihidangkan dan saya coba cicipi, rasanya “ada manis-manisnya gitu”. Iya, ada rasa manis, dan jauh banget dari rasa mie kocok Bandung. Padahal dari segi tekstur hampir mirip seperti perpaduan antara mie kocok Bandung dengan Soto Mie Bogor (ngaco!).
Malam hari, saya selepas shalat Maghrib dan Isya, saya pergi kearah Indomaret atau gang masuk Candi Arjuna. Gak jauh dari sana ada penjual pecel ayam dan ikan lele yang menurut saya ini enak banget dengan harga yang enak pula haha. Cukup Rp 15.000 sudah dapat pecel ayam dengan porsi yang muantaaapp!




Di dalam tenda, saya dan pembeli lainnya menghangatkan tubuh kami masing-masing dengan mendekatkan tubuh kita ke tungku/bara api. Nah! Kayak mereka itu.
Suasana malam hari di Dieng itu sepi banget lho! Jadi, memang harus be careful sekali kalau kalian hanya seorang diri dan jalan-jalan dimalam hari.





Oke, guys! Itu dulu cerita hari pertama saya di Dieng. Benar-benar gak nyangka kalau saya bisa juga jalan-jalan jauh sendirian hahaha, nikmat juga kok. Bahkan menurut saya jalan-jalan sendirian seperti ini memang harus dijadwalkan terus kedepannya, supaya ada kalanya saya bisa menikmati perjalanan yang fun walau sendiri.
Berikut list harga dihari pertama:
  • Bayar penginapan: Rp 75.000
  • Makan siang (nasi + tempe orek kecap + sayur): Rp 8000
  • Air putih: gratis
  • Tiket masuk terusan ke Candi Arjuna & Kawah Sikidang: Rp 10.000
  • Foto bersama Teletubbies: Rp 10.000
  • Makan mie ongklok + air putih (gratis): Rp 10.000
  • Makan malam pecel ayam: Rp 15.000
Total: Rp 128.000
Catatan:
Nah, teman-teman, selalu hati-hati dimanapun kalian pergi ya. Selalu bertanya dan jangan kayak orang panik/celingak-celinguk kalau gak tau apa-apa. Dieng ini benar-benar seru buat berwisata, tapi kalau kalian gak tegas dan gak pintar-pintar bertanya, yang ada malah dibuat bingung sama calo-calo/penjaga setiap loket ataupun warga setempat. Be careful!

Regards,
FarahRZ