Latest Posts

Mistisnya Gunung Lawu || Kurang dari 24 jam Tektok di Lawu? Bisa Banget!

By 13:17 , , , , , , , ,

Lawu 2018



"Mau jam berapa ke tempat Firman?" tanyaku pada sang adik.
"Jam 4-an kalau bisa sampai sana, keburu sore. Ini juga udah mendung. Takut hujan. Gue pesenin Go-Car, ya, dari sekarang!?" jawabya.


Semua perlengkapan sudah siap untuk saya bawa ke meeting point pendakian kali ini, tepatnya di rumah Firman, persis di belakang polsek Cipayung. Saya dan beberapa teman alumni pendakian Kerinci Januari lalu akan pergi menuju daerah Jawa Tengah dan Timur untuk mendaki ke Gunung Lawu. Acara kali ini sangat berbeda karena kami membuat acara pendakian bersama di mana orang lain bisa mengikuti acara pendakian kami ini.

Sore hari, saya dan beberapa teman sudah berkumpul di rumah Firman sementara peserta lain masih berada di jalan menuju meeting point. Karena kami panitia, jelas harus sudah datang dan menyiapkan segala sesuatunya terlebih dahulu, hingga memikirkan kemungkinan terburuk selama perjalanan ke sana. Yap, the worth case! Pendakian kami ini mengambil waktu long weekend. Alamat akan terkena macet di jalan. Kalaupun macet, kami sebagai panitia harus sudah memiliki plan-B mengenai rundown acaranya.

Pukul 21.00 hari Kamis, 29 Maret 2018, semua panitia lengkap berkumpul dan para peserta sudah datang semuanya. Kami pun siap berangkat menuju Jawa Tengah menggunakan bus yang sudah kami sewa, tepatnya ke rumah teman kami, Fia, sebagai basecamp kami untuk pendakian Gunung Lawu nantinya melalui jalur Tambak.


* * *




Long story short, benar saja, kami terkena force majeure! Alhasil sampailah kami di basecamp jauh dari rencana di rundown kami pada hari Jum'at, 30 Maret 2018. Harusnya, pagi hari tadi kami sudah tiba di sini. Namun, apa daya keadaan di jalan menjadikan kami harus tiba 10 jam lebih lama dari waktu yang ditentukan. Akhirnya, kami pun tiba di rumah Fia pukul 20.00 dalam keadaan di mana hujan malam ini mengguyur sangat derasnya. Saya sempat khawatir, apakah hujan ini akan awet hingga besok pagi, lalu turun lagi di malam berikutnya, atau sebentar lagi sudah selesai. Entahah.

Benar-benar tidak sesuai rencana awal di mana kami akan mendaki layaknya pendakian ke gunung-gunung pada umumnya, di mana kami akan berkemah, membangun tenda, memasak di area camping ground, menikmati sunrise dan sunset, melihat lautan awan, menikmati malam yang penuh bintang-bintang, kemudian bernyanyi atau bercanda-canda sambil memainkan beberapa permainan. Tidak! Di sini akhirnya kami panitia harus memutuskan bahwa acara ini tetap berlangsung (itu sudah pasti) dan tetap membuat keadaan happy walau waktu yang tersedia sangat minim karena Minggu malam, kami semua sudah harus berada di Jakarta lagi.

Kalian tahu keputusan apa yang kami rencanakan, bahkan kami putuskan agar tetap bisa mendaki dan melihat indahnya suasana dari Puncak Hargo Dumilah? Yaaaap! Kami akan "T-E-K-T-O-K!" Waktu kami tidak banyak, jadi kami hanya punya kondisi tektok ke atas puncak kemudian turun kembali ke basecamp dan pulang ke Jakarta.


Pendakian pun di Mulai

Awal mula pendakian kami adalah naik dan turun melewati Cemoro Sewu, sama sekali bukan melalui jalur Tambak. Kemudian, di awal rencana, kami semua akan menginap 2 (dua) hari 1 (satu) malam. Namun, karena force majeure macet itulah kami pun mengganti kegiatan menginap kami menjadi tektok. Lalu, kami juga mengganti rute naik dan turunnya, yaitu naik melalui jalur Tambak (Jawa Tengah) dan turun melalui jalur Cemoro Sewu (Jawa Timur).

Sabtu, 31 Maret 2018 pukul 04.00, kami semua memulai pendakian dengan penuh semangat. Walau apapun yang terjadi kemarin, hari ini harus tetap dilalui dengan suka cita. Yang terpenting, tujuan utama pulang dengan selamat (sebenarnya tujuannya adalah bisa sampai ke Puncak Hargo Dumilah haha) terlaksana. Bukan begitu?

Subuh yang tidak terlalu dingin di sini. Sejak hujan semalam turun di daerah ini dengan amat deras, saya kira sisa-sisa udara dingin akan membekas, atau malah hujan akan terus berlanjut hingga pagi ini. Ternyata, tidak! Subuh yang sejuk bisa kita rasakan saat melewati jalur Tambak. Jalur di mana mulanya kalian akan bertemu dengan gapura besar menuju hutan-hutan pinus yang sangat cantik. Persis hutan-hutan pinus menuju Pos 1 di jalur pendakian Suwanting - Gunung Merbabu.


Pos 1 Tambak

Setelah 3 jam berjalan, teman-teman akan bertemu Pos 1 jalur Tambak ini. Lama sekali ya 3 jam? Sesungguhnya tidak selama itu, kok! Tergantung pace teman-teman saja. Kami teramat menikmati jalur yang benar-benar asri dan indah banget! Benar kata teman saya, Fiah, bahwa jalur di sini masih asri dan belum banyak orang yang lewat. Benar-benar masih "perawan" sekali kalau istilah orang gunung. Belum terjamak para pendaki umumnya. Malahan, jalur ini masih terdengar asing untuk dilewati saat ingin ke puncak sana. Oiah, teman-teman nantinya akan sering menemukan warga yang berladang di hutan pinus ini, lho! Mereka biasanya suka mencari hasil-hasil hutan seperti kayu dan buah-buahan dari hutan ini. Masih terjaga banget, kan?


Pos 2 Tambak

Nah, dari Pos 1 menuju Pos 2 ini tidak terlalu makan waktu yang banyak. Hanya 1 (satu) jam saja dari check point terakhir, teman-teman akan menemukan Pos 2 tersebut berada di kiri jalan, ya! Oiah, Info aja nih, semua Pos 1 sampa dengan Pos 5 memiliki shelter atau dalam bentuk rumah/gubuk. Jadi, teman-teman bisa meneduh di dalam pos-pos tersebut apabila hujan datang di tengah-tengah teman-teman sedang mendaki.


Pos 3 Tambak

Sama halnya dari Pos 1 menuju Pos 2; untuk bisa ke Pos 3, teman-teman tidak perlu memakan waktu yang banyak karena jaraknya yang juga tidak begitu jauh. Kami semua membutuhkan waktu sekitaran 1 sampai dengan 1.5 jam saja untuk bisa sampai di tempat.

Setibanya kami di Pos 3, kami semua tidak langsung melanjutkan perjalanan karena di sini kami akan istirahat terlebih dahulu, membuka bekal makanan yang telah panitia siapkan. Kami semua sarapan pagi, takutnya siang nanti kami sudah tidak sempat membuka bekal.

Sementara menunggu tim sweeper di paling belakang sana, kami megisi kegiatan di Pos 3 ini selain dengan menyantap bekal yang telah disiapkan, kami juga memakan camilan yang kami bawa masing-masing. Beberapa dari kami ada yang mendirikan flysheet dan berkumpul di bawahnya untuk saling menghangatkan tubuh mereka masing-masing. Lainnya, ada yang mengobrol, menghabiskan makanan dengan lahap, berfoto ria (seperti saya dan adik), tidur-tidur ayam, dan mendengarkan musik (karena ada yang memasang portable speaker si antara kami).


Pos 4 Tambak

Sekitar satu jam kami beristirahat, kami semua melanjutkan perjalanan menuju Pos 3. Naah, kali ini perjalanannya lumayan memakan waktu, yaaa! Selepas Pos 3 tadi, teman-teman tidak lagi berada di dalam hutan area pohon pinus atau semacamnya yang sejuk dan terjamin terhindar dari sengatan matahari. Nantinya, teman-teman akan berada di area terbuka yang gampang sekali terkena paparan matahari dan yang pastinya sangat menyengat. Jalur yang akan dilewati semakin kecil, rerumputan dan tumbuhan/semak-semak belukar yang teramat tinggi (bisa sampai setinggi badan kami semua) akan teman-teman dapati, dan semakin ke atas sana, kami harus melewati jalur yang berada di punggungan gunung. Terbayang, bukan, seperti apa panasnya jika berjalan di siang bolong? hehe.

Sekitar 2 jam waktu yang dibutuhkan untuk tiba di Pos 4. Pos 4 jalur Tambak ini posisinya berada di kiri jalan dan di area terbuka. Jadi, teman-teman memang harus memakai topi dan buff, juga sarung tangan agar tubuh teman-teman tidak terbakar! Lokasi Pos 4 sendiri masih berada di area pohon-pohon pinus. Namun, pohon-pohon pinus kali ini banyak yang tidak hijau alias banyak yang mengering. Mungkin, sangking gersangnya di atas sini, pohon pun menjadi kering.


Pos 5 Tambak

Dari Pos 4 ke Pos 5, jalur yang dilewati masih melewati punggungan gunung, sesekali berada di bawah pohon-pohon besar yang lumayan melindungi saya dari teriknya matahari. Jalur Tambak ini benar adanya masih asri sekali, lho! Terlihat ketika sepanjang jalan yang saya lewati memang masih sangat bersih. Jarang sekali, bahkan saya bisa berkata kalau sepanjang jalur Tambak ini sedikit (teramat dikit) ditemukannya sampah yang berserakan.

Untuk bisa ke Pos 5, waktu tempuh yang diperlukan lumayan lama, sekitar 2 jam. Sepanjang jalur menuju Pos 5, teman-teman akan melewati keadaan hutan dengan rumput-rumput basah yang tinggi dan rapat, sedikit sesak, dengan pohon-pohon yang besar di mana akar-akarnya menjalar ke mana-mana. It's a jungle, not a forest! Kemudian, akan ada pohon di mana spot-nya persis jalur akarnya Kerinci. Bedanya, di sini terdapat bunga-bunga yang tumbuh di atasnya berwarna oranye kemerah-merahan. Sungguh cantik!

Setibanya di Pos 5, teman-teman bisa beristirahat terlebih dahulu karena nantinya selepas pos tersebut, tidak ada lagi check point/shelter yang akan melindungi diri kalian jika ada hujan datang. Pos 5 adalah tempat terakhir yang memiliki bangunan berupa pos/gubuk yang layak. Posisi Pos 5 sendiri berada di area terbuka berupa sabana edelweis.


* * *


Waktu semakin sore dan kabut kian turun hampir menutupi jalur. Jarak pandang kadang jelas kadang tidak. Saya tidak berkata Gunung Lawu dalam keadaan cuaca berkabut. Sebaliknya, saya bisa katakan secara general bahwa cuaca selama mendaki sangatlah cerah. Lalu, mengapa menyebut-nyebut kabut? Yeaahh, namanya juga di gunung. Semakin tinggi dataran, semakin banyak kabut, bukan? Dan itu wajar. Sangat bersyukur selama pendakian ini pula, tidak ada hujan deras yang datang menghampiri kami. Yang ada justru sapaan sinar mentari seolah memotivasi kami untuk terus semangat menuju puncak.


Puncak Hargo Dumilah

Seperti yang saya katakan sebelumnya, selepas Pos 5 sudah tidak lagi ditemukannya pondok atau gubuk untuk beristirahat. Jadi, apabila hujan turun, teman-teman sudah dibekali dengan flysheet, tali prusik, jaket, dan pelindung lainnya untuk bertahan sementara.

Suasana jalur dari Pos 5 menuju Puncak Hargo Dumilah ini adalah trek terfavorit saya. Kenapa saya bilang paling favorit? Pertama, teman-teman tidak lagi harus bersempit ria saat melewati suatu jalur seperti yang sudah-sudah. Tidak perlu lagi ribet dengan semak belukar yang tinggi dan basah, kemudian tidak lagi lelah dengan jalanan yang terus menanjak karena selepas Pos 5, jalur menanjaknya hanya dominan di sabana tadi saja. Selebihnya, teman-teman akan disuguhkan dengan variasi tanjakan dan turunan di mana jalannya luaaaaaasss sekali. Ikuti saja terus jalur menuju puncak. Sangat jelas, kok! Saya saja jalan sendirian dan paling depan pula, belum lagi jalur sedikit tertutup kabut. Jadi, harus hati-hati untuk melewatinya. Salah-salah bisa nyasar dan tidak bisa bertemu tim.

Di suatu area yang cukup luas setelah melewati sabana, lalu tanjakan, kemudian turunan, dan akan bertemu dengan seng (saat itu masih ada seng, entah seng dari mana), kemudian ada tanjakan lagi sedikit, dan terus ikuti jalur, hingga akhirnya teman-teman akan menuruni bukit. Teman-teman akan melewati suatu tempat yang luas di mana itu adalah persimpangan atau titik temu dari Cemoro Kandang menuju puncak. Teman-teman nantinya juga akan menemukan papan bertuliskan "bukan jalur umum" atau semacamnya. Tetap saja jalan hingga teman-teman menemukan bebatuan besar di sebelah kanan jalur.

Saya berbelok ke arah kanan di mana patokannya berupa bebatuan besar tadi. Terus saja ikuti jalur  ini, di mana kontur jalan yang akan dilalui berupa bebatuan kerikil. Pepohonan dengan ranting-ranting yang kering semakin mantab sebagai pelengkap suasana di jalur. Bagi yang hobi foto pemandangan atau sekadar "doyan" foto "ala-ala" gitu, spot di sini instragramable juga, lho! Apalagi adanya sedikit sentuhan dari kabut tipis yang turun. Kecehhhhh!

Selang 2.5 jam dari Pos 5, akhirnya pukul 15.24 sore hari, saya tiba bersama Bang Joe terlebih dahulu. Tak berapa lama, datang Bang Yogi dan Kak Sendy, lalu Bang Julham dan keluarga, dan yang terakhir sisa dari seluruh panitia dan peserta tiba 2 jam setelah saya. Woooowwww, sore sekali yaaa! Yap, kira-kira jam 5 sore semuanya yang tersisa di belakang tiba di sini. Akhirnya, semua dari kami selamat sampai di Puncak Hargo Dumilah. Sungguh memiliki kebanggaan tersendiri mampu berjalan hampir 12 jam untuk bisa mendapati puncak diketinggian 3.265 mdpl ini.

Oiah, teman-teman! Sembari menunggu yang lain datang, saya didatangi banyak burung Jalak Gading/Jalak Lawu, lho! Burungnya cantiiiiiikk banget. Dia datang dan berjalan-jalan kecil di atas kerikil jalanan. Terkadang menclak-menclok di dedaunan dan pepohonan. Burungnya lumayan kecil, dan warnanya indah sekali. Imut, deh, pokoknya!

Konon, menurut cerita (dari sananya), burung ini suka memandu para pendaki di jalur pendakian. Dia suka menolong para pendaki untuk tidak kesasar. Apalagi kalau niat dari pendaki itu sendiri baik, burung ini akan menuntun ke arah yang benar (azeeeeeeeekkkk, sang imam keuleus menuntun)! Untuk lebih jauhnya tentang legenda burung Jalak Gading, bisa search saja di google. Di sini saya hanya menceritakan yang nyata dan logis saja yaa, contoh: burungnya memang cantik dan menggemaskan! hehe.


* * *


Warung Mbok Yem

Setelah puas menikmati panorama sekeliling yang indah dari atas puncak tadi, tak perlu berlama-lama lagi, kami pun segera turun menuju tempat ter-HITZ dan terkenal yang namanya sudah tidak asing lagi. Yappp! Warung Mbok Yem. Sebenarnya, di sana tidak hanya warung milik Mbok Yem saja, banyak pemilik warung yang menjajakan jualannya di atas situ. Namun, lagi-lagi memang nama Mbok Yem lah yang terdengar oleh kalangan para pendaki.

Dari puncak menuju warung-warung ini, hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit saja. Sangat dekat, kok! Udara sore yang kian dingin dan kabut kian terlihat jelas menutupi suasana sekitar, menjelang maghrib tentunya paling enak berkumpul bersama teman-teman semua di warung ini. Di dalam sini sangat hangat sekali. Teman-teman bisa membeli makanan dan minuman yang dijual oleh empunya warung. Kalau saya pribadi di warung Mbok Yem ini, saya membeli nasi pecel dan teh manis hangat. Wuaaahhh, membuat perut dan tubuh ini terasa ringan dan hangat di tengah-tengah dinginnya udara luar!

Oiah, saya punya satu cerita di warung Mbok Yem ini. Jadi, ketika saya dan beberapa peserta turun ke warung Mbok Yem, panitianya hanyalah saya dan Bang Joe. Setibanya di warung, cukup lama saya menunggu panitia-panitia lainnya yang berada di belakang saya, yang terakhir saya temui bersama-sama di puncak. Saya hanya bertemu Tri dan Fiah, secara mereka berdua memang tidak summit.

Sekitar 30 menit saya menunggu, dan waktu sudah memasuki shalat maghrib, rasa cemas menghampiri saya. Baterai handy-talky milik Bang Joe mati. Saya memang tidak dititipkan untuk memegang HT. Hanya para pria, Fiah, dan Farisah saja yang memegang HT. Saya pun mulai resah di mana teman-teman panitia saya lainnya. Mengapa sudah jam segini belum juga tiba di warung ini. Ke mana mereka? Masalahnya, seingat saya, mereka turun tidak jauh di belakang saya dari puncak. Memang sih, terdengar sayup-sayup teriakan susul-menyusul menanyakan arah turun, dan itu suara adik saya. Yaapp, mulai negative thinking ini pikiran. Hilang??!?!?? Nyasar?!?!?!? Ahhhhh, tidaaaaakk boleehh!

Porter keluarga Bang Julham sekonyong-konyong berada di depan saya. Saya pun meminjam sebentar HT-nya untuk mengontak teman-teman panitia yang siapa tahu masih memiliki cukup baterai. Terakhir yang saya tahu, baterai HT Firman habis. Sisa teman-teman lainnya semoga masih ada. Saya roger dan break saja walau dengan nada yang sudah acak kadul karena pikiran ini sudah entah ke mana-mana. Nada bicara saya sudah bisa dibilang tidak tenang. Sedikit kesal karena belum juga ada jawaban dari panggilan saya. "Halloooo, ke mana kalian? Jawab doooong... Kalian di mana yaaa?" tanyaku mulai resah.

Masih tidak ada jawaban. Ahhh, benar-benar apakah yang terjadi ini? Saya panggil nama mereka satu-satu. Suara mulai bernada tinggi dan kesal. Sampai akhirnya saya sedikit emosi dan rasa sedih tidak bisa ditahan, mau nangis rasanya uring-uringan begini kalau mereka sampai hilang. Hingga suatu ketika, ada suara HT di pintu warung. Terdengar dari luar suara HT tersebut, serasa yang membawanya akan masuk ke dalam warung. Dan ....

Nando dan Beta datang dengan muka penasaran, apa yang terjadi dengan diri saya ini. Mengapa terdengar marah-marah dan sedih. Seketika persis saat saya mendengar ada suara HT dan wajah-wajah mereka muncul, air mata ini tidak bisa tertahan. Jatuh begitu saja tanda bahagia kalau teman-teman saya ada di depan saya. Aaaaaaahhhhh, Ya Allah alhamdulillaaahh!

Saya memanggil Nando dan Beta duduk bersama saya. Kucurahkan emosi dan kekesalan saya karena tiada satupun yang menjawab HT dari saya. Saya menangis sejadi-jadinya hingga Beta merasa empati karena saya menangis. Di "puk-puk" nya saya oleh Beta. Nando yang saya lihat malah tak kuasa melihat wajah sedih saya. Dia "tak enak" melihat muka saya. Maklum, pria hehe.

Saya sedikit emosi karena saya khawatir kalau teman-teman saya ini hilang. Sedih! Tidak lama, muncullah Firman, Farisah, Bastomo, dan Taufik. Tanpa wajah bersalah (yaaa memang mereka tidak ada salah sih hahaha. Ini hanya salah paham karena saya panik takut mereka nyasar), mereka datang petantang-petenteng dengan santainya. "Kenapa, Teh?" tanya adikku santai. Omaigooooott, K-E-N-A-P-A-A-A-H-H???? Saya ditanya KENAPAAHHH? Waaahh....

Akhirnya, semua panitia termasuk Bang Joe yang daritadi sedang makan, duduk berkumpul mendengar rasa sedih dan kekesalan (yang konyol) dari saya. Semua bercampur adu. Ini benar-benar konyol. Mereka semua menertawakan saya karena saya menangis dan kesal takut kehilangan mereka karena tidak ada jawaban HT dari mereka yang padahal mereka semua sedang asyik minum teh dan makan di warung sebelah, dan sebelumnya sedang shalat maghrib. SEE? Lagi asyik makan dooooong ternyata.

Dan kalian tahu apa yang terjadi? Mereka semua sebenarnya tahu saya daritadi nge-breaker, namun memang karena semuanya sedang makan dan shalat, mereka pun tidak menjawab. Bahkan mereka saling menatap dan bertanya-tanya, si Farah kenapa daritadi marah-marah, dan malah tertawa dengan kekesalan saya. Hahahahah ada-ada saja mereka ini. Bukannya di jawab, malah bikin saya panik. Untungnya, mereka semua aman dan selamat. MasyaAllah! hahaha


* * *


Turun via Cemoro Sewu

Seperti cerita saat naik, turunnya pun kami benar-benar menikmati perjalanan. Waktu yang dibutuhkan untuk tiba di pintu gerbang Cemoro Sewu adalah 5-6 jam perjalanan (belum ditambah istirahat, yaaa!). Kontur jalurnya berupa tangga-tangga bebatuan, dan begitu seterusnya sampai menuju Pos 1 bayangan (posisinya setelah Pos 1 apabila dari atas puncak). Kebayang, dong, seperti apa kekuatan kaki kami semua menuruni tangga-tangga yang terdiri dari bebatuan yang entah wujudnya seperti nano-nano?!?!

Kami turun sebelum masuk waktu Isya, dan tiba dini hari. Suasana jalur Cemoro Sewu ini memang kerasa sekali yaaa aura mistisnya. Seperti yang sudah-sudah, saya ini memang suka sekali menyenter sana-sini, penasaran kali saja ada yang lewat di depan saya. Namun, memang dasarnya saya ini susah melihat hal-hal "seperti itu", jadinya yaaa tidak kedapatan. Tapi, secara umum saya review, memang jalur dan suasananya ini T-O-P dehhh. Creepy juga ternyata! Banyak ditemukannya batuan-batuan yang super besar yang terkadang selalu bikin saya kaget. Rupa dari batuan-batuan tadi terkadang berbentuk wajah manusia, terkadang seperti ada bayangan orang, yaa macam-macam halusinasi yang saya lihat dari batuan-batuan besar sepanjang jalan turun.


Mistisnya Jalur Cemoro Sewu

Oiah, banyak cerita mistis yang didapat dari teman-teman peserta dan panitia lainnya selama turun ke pintu gerbang. Brandon melihat si cantik "K" terbang ke arah mereka (Idrus, Beta, dan Brandon). Bang Endang juga baru buka omongan kalau ternyata sepanjang jalur memang banyak si tante "K" berkeliaran. Waaahh, syereeemm juga, ya! Brandon dan Bang Endang melihat "orang yang g*ntung diri". Jadi, ceritanya, sebelum kami semua ke Lawu, ada berita orang yang g*ntung diri di Puncak Hargo Dalem, Gunung Lawu. Naahh, mereka berdua nih, melihat si orang yang gant*ng diri tersebut. Hahaha, bisa ada jakur Cemoro Sewu gitu yaaa?

Saat di Pos 1 bayangan (posisi setelah Pos 1) Cemoro Sewu, tetiba Firman dan Dini muntah-muntah. Rasa eneg melanda tubuh mereka. Anehnya (ini dari penglihatan dan pemikiran saya sendiri), Firman muntah-muntah dan benar-benar tidak ada jeda berdetik-detik, benar-benar detik itu juga Dini pun muntah. Serasa gantian gitu muntahnya. Termyata, kata Bang Endang "makhlus halusnya" pindah dari Firman ke Dini. Kaaaaann, sudah sayas duga! Karena aneh aja dalam waktu yang bersamaan, mereka berdua muntah-muntah. Padahal sebelumnya mereka aman-aman saja.

Ada lagi nih dari Mbak Wariyanti. Saat kami semua beristirahat di Pos 1 bayangan, mbak Anti melihat tante "K" lagi duduk di atas pohon. Idiiiiiihh, gokil juga yaaaa, pada bisa lihat! hahaha... Gak serem ya itu? Oiah, terakhir nih terakhir. Cerita dari Firman. Jadi, ketika kami semua sudah lelah dan memutuskan untuk beristirahat di Pos 1 bayangan, saya yang seperti biasa selalu sotoy dan iseng menyenter sekeliling tempat. Hingga akhirnya saya melihat ada seseorang dari arah atas (dari Pos 1) sedang turun ke bawah sini hanya seorang diri. Ngeri yaaa! Saya nge-Dim saja ke arah orang itu, menyenter-nyenter memberi isyarat bahwa ada sekumpulan orang-orang di sini.

Tak lama, orang itu pun semakin dekat menghampiri kami, dan terlihat jelas. Teman-teman tahu, siapa dia? Yaapp, tak lain dan tak bukan adalah Firman. Saya pun penasaran mengapa dia berjalan sendirian ke atas sana. Berani sekali dia!

"Laahh eluuuu! Abis ngapai deh lo, Man?!" tanyaku penasaran.
"Itu Kak, kan tadi kata Nando kalaupun dijemput sama motor, bakal dijemput di deket Pos 1. Naahh, tadi gue ke atas lagi, kali aja dia nunggu di situ. Tadi gue sih liat, Kak, ada jalan raya di atas situ. Tadi kita ngelewatin jalan raya kan dari Pos 1 ke Pos 1 bayangan ini?" jawabnya.

FIX! Dia H-A-L-U alias halusinasi. Ada jalan raya di tengah-tengah gunung? Hahaha apa lagi kalau bukan pikirannya sedang tidak 'pas'. "Apaan sih lo Man? Yakali ada jalan raya di atas sana. Tadi kan kita udah lewat sana, dan gak ada jalan raya atau jalan apapun selain jalur ini aja." kataku menjelaskan dengan benar.

Seketika wajah Firman pun kebingungan. Dia merasa keukeuh dengan penglihatannya. Okelah kalau dia melihat jalan raya, tapi yang tidak habis pikir, jarak dari Pos 1 bayangan ini ke tempat tadi saya menyenter dia di atas sana, itu cukup jauh dan berkelok-kelok. Gilaaaaaa, dia benar-benar berani sendirian ke atas sana!


* * *


Selepas Pos 1 bayangan menuju pintu gerbang Cemoro Sewu hanya memakan waktu 30 sampai dengan 45 menit saja. Kontur jalannya luas dan sudah tidak lagi berupa tangga-tangga bebatuan. Namun, tetap saja terdiri dari bebatuan kerikil. Semakin mendekati pintu gerbang saat sudah memasuki hutan dengan phon-pohon besar dan tidak lagi berada di kelokan gunung, kontur jalannya sudah berupa tanah padat. Tempatnya seperti area camping ground. Banyak tenda-tenda para pendaki yang dibangun di sekitaran pintu masuk. Mungkin mereka semua akan naik besok pagi, atau mungkin baru turun juga tadi malam, tapi tidak sanggup melanjutkan perjalanan ke pintu Cemoro Sewu.

Akhirnya, kami pun tiba dengan selamat di waktu dini hari. Banyak pengalaman seru selama pendakian "tektok" di Gunung Lawu via Tambak lintas Cemoro Sewu. Tadi saja, saat turun menuju pintu gerbang, kami (saya, Bang Bastomo, dan Beta) melihat seseorang yang jelas bukan pendaki memakai pakaian hitam-hitam tanpa alas kaki. Sudah bisa ditebak doooong mau ngapain seperti itu di gunung? Yaapp, isi sendiri jawabannya yaaa! Hehe.


Tentang Gunung Lawu

Saat kami semua di Pos 1 bayangan, sekitaran 6-7 orang rescuers datang melihat keadaan kami. Mereka datang karena Fiah dan para panitia yang telah sampai duluan di bawah yang meminta. Saya, Firman, dan Farisah sempat mengobrol-ngobrol dengan 2 (dua) rescuers Gunung Lawu. Mereka bilang, sebenarnya ada 7 puncak di Gunung Lawu ini. Namun, hanya 3 yang terlihat mata. Kemudian 4-nya tak kasat mata. Hahahaha paham lah yaaa, maksudnya "TIDAK KASAT MATA"?

Tiga puncak itu adalah Hargo Dumilah, Hargo Dalem, dan Hargo Dumiling. Sementara 4 (empat) nya, saya sendiri tidak diberi tahukan apa-apa saja namanya. Yang jelas, itu adalah tempat untuk pemujaan atau semacamnya. Membawa sesajen atau apapun itu untuk persembahan. Apalagi saat malam satu suro. Waahh, banyak yang naik untuk cara ritual tertentu. Yaaa, Gunung Lawu memang terkenal angker, dan gunung ini adalah salah satu gunung yang terkenal mistis di Indonesia.



Oke deh, segitu saja cerita saya mengenai pendakian ke Gunung Lawu yang OKE gilaaaa! Tidak menyangka bahwa saya dan tim bisa "tektok" ke gunung di atas 3200-an. Ya, dalam waktu kurang dari 24 jam kami menuju puncak dan turun kembali ke bawah. Lintas jalur pula! Itu artinya, segala keterbatasan yang dimiliki seseorang sebenarnya bisa dihadapi dan dipatahkan, asalkan kita yakin dengan diri kita masing-masing. Percaya bahwa kita bisa melakukan sesuatu, walau kedengarannya tidak mungkin.

Naahh, teman-teman semuanya, see you on another story, yaaaa!
Wassalamu 'alaykum warohmatullaahi wabarakattuh....











You Might Also Like

0 comments