Latest Posts

Gunung Prau via Dieng || Melihat 5 Gunung Sekaligus Dari Atas Puncak Prau

By 11:25 , , , , , , ,

Gunung Prau 2016


Mengingat pernah ber-solo travel mengunjungi Dieng - Wonosobo untuk pertama kalinya pada akhir tahun 2015 lalu di artikel Dieng 2015, tak menyangka bahwa pada pertengahan tahun 2016 ini saya dapat mengunjungi desa yang indah dan damai itu untuk kedua kalinya pada Jumat, 22 Juli 2016 lalu. Kali ini, misi kunjungan saya bukanlah berlibur me time sendirian seperti saat itu, namun untuk mendaki seru ke Gunung Prau.


* * *

Awal mula saya bisa ikut summit ke Prau dikarenakan Nisa (teman di pencinta alam kampus - MPA Aranyacala Trisakti) mengajak saya untuk ikut dengannya bersama dua rekan pencinta alam saya yang lain, yaitu: Hadi dan Breiner. Nisa mengajak saya agar ikut berlibur ke sana, tetapi saat itu saya belum dapat memastikan bisa ikut tidaknya karena kondisi pekerjaan kantor dan perizinan dari orang tua.

Liburan mendaki ke Prau kala itu rencananya akan diadakan seminggu setelah lebaran Idul Fitri 2016 tepatnya pada Jum'at, 15 Juli 2016. Namun, karena banyaknya halangan, rencana keberangkatan itu diundur seminggu lagi pada hari Jum'at, 22 Juli 2016. Akhirnya, teman-teman saya menetapkan tanggal tersebut untuk berangkat ke Prau dua minggu setelah lebaran.

Menjelang hari-H, saya masih ragu-ragu banget untuk ikut/tidaknya bersama mereka. Namun, karena saya sudah lama sekali tidak mendaki gunung, ke-keukeuh-an saya tersebut menjadi pendukung utama untuk tetap ikut mereka berlibur ke Gunung Prau.



Menuju Terminal Mendolo - Wonosobo!

Jum'at, 22 Juli 2016, saya izin setengah hari dari kantor untuk pulang lebih cepat karena harus mengepak kembali barang-barang bawaan saya. Saya hanya membawa tas andalan saya yaitu Deuter - Air Contact Woman Series 40 s.d. 50 L untuk mendaki dengan isi tas berupa: raincoat consina woman series dan setelannya, baju 3 buah (sudah termasuk yang dipakai), celana 2 buah (sudah termasuk yang dipakai), topi hangat kesukaan saya - jerapah, yang saya beli di Taman Safari tahun 2010 silam, kemudian perlengkapan kecantikan (teteeeuup!), camilan yang banyak, sleeping bag Berghaus, dan yang terpenting juga membawa kamera DSLR Canon EOS 550D bersama lensa 18-135mm yang saya punya. Setelah semuanya rapih dimasukkan ke dalam carrier, saya segera berangkat menuju Terminal Grogol untuk keberangkatan bus Sinar Jaya Ekonomi AC pukul 16.30 sore.

Jam pun menujukkan pukul 16.30. Bus yang kami naiki menuju Terminal Mendolo, Wonosobo, sudah mulai menyala tanda akan segera berangkat. Para penumpang bus pun sedikit demi sedikit mulai datang, dan pengamen bus juga sudah mendendangkan lagu terbaiknya yang dibuka dengan pantun dan kalimat-kalimat khas darinya mengenai Wonosobo. Kalimat penutup yang saya suka dan langsung menjadi quote di Path saya adalah "Wonosobo ... Kota seribu candi, kota seribu dewa ...".  Tak sabar rasanya, ingin segera sampai di Dieng, tempat di mana saya pernah menghabiskan waktu lebih kurangnya 24 jam di sana sendirian. Yap, sendirian - untuk berlibur!

Harga tiket bus Sinar Jaya Ekonomi AC dengan jurusan Jakarta - Wonosobo kala itu yang kami naiki adalah Rp. 90.000,- dengan waktu hanya 13 jam saja diperjalanan, kami pun sampai dengan selamat dan itu pun sudah termasuk istirahat makan malam di restauran yang berada di daerah Cirebon. Bus melintas dengan kecepatan lumayan tinggi, tidak terlalu ngebut, namun sudah bisa dikategorikan kecepatan tinggi. Sepanjang malam, jujur saja saya tidak tidur. Kalaupun tidur, saya hanya tidur ayam, kemudian terbangun untuk melihat sekeliling jalan, lalu berbincang-bincang disepanjang jalan dengan Nisa. Begitu seterusnya hingga akhirnya kami tiba di Terminal Mendolo di pagi harinya.

Sabtu, 23 Juli 2016 (pukul 05.30 pagi), kami tiba di Terminal Mendolo dengan keadaan yang masih ngantuk namun terbalas dengan suasana sejuk kota Wonosobo yang masih asri banget. Terminal yang saya datangi untuk kedua kalinya ini masih sama seperti dulu saat saya datang pertama kali ke Terminal Mendolo, tak ada yang berubah, masih tetap bersih! Kami menunggu mikro bus untuk melanjutkan perjalanan dari Terminal Mendolo menuju Dieng Plateau. Sambil menunggu, hal yang kami lakukan adalah membuat video dokumentasi perjalanan, sarapan pagi dengan bekal camilan yang kami bawa dan teh hangat yang kami pesan di warung, dan melihat-lihat harga tiket bus untuk pulang ke bagian loket Sinar Jaya.

Pukul 06.40 pagi, kami berangkat menuju Dieng dengan mikro bus yang kami naiki dari Terminal Mendolo. Setelah tawar-menawar harga, dan dengan muka polos juga sedikit kebohongan belaka, We finally got Rp 15.000,-/person lhoooo! Hahaha padahal waktu pertama kali saya ke sini, saya membayar Rp. 20.000,- yang mana menurut saya harganya gak worth aja untuk ukuran mikro bus Wonosobo - Dieng (dengan kata lain it was quite expensive).

Pukul 07.52 pagi, sampailah kami di Dieng Plateau, aaaaahhh! Untuk yang kedua kalinya saya bisa menginjak kaki di sana - di tempat yang membuat saya merasa damai karena keadaan sekeliling Dieng yang sejuk, bersih, damai, dan asri banget. Sesampainya kami di sana, kami segera menuju warung makan yang berada tepat dibelakang penginapan Bu Djoko. Kami ke sana untuk mengepak ulang barang bawaan kami, kemudian saling membantu membetulkan posisi bawaan dan carrier, dan yang pastinya brunch! Kita makan pagi sekaligus ke siang sembari mengepak barang. Saya memesan menu spesial khas Wonosobo yaitu Mie Ongklok. Baru sadar kalau mie ini enak banget karena waktu saya pertama kali datang dan memesan mie ini, yang saya rasakan terhadap mie ini hanya biasa-biasa saja.

Segala peralatan yang kami sewa di tempat penyewaan alat-alat camping dan gunung, kami ambil langsung ke rumah pemilik penyewaan barang. Lokasi rumahnya terletak di belakang Indomaret Dieng (ada gang kecil kemudian masuk terus) hingga bertemu bertemu dengan mushola, lalu belok kiri. Rumahnya gak jauh dari belokan tersebut dan tepat di depan mushola.






Pendakian pun Dimulai

Pukul 11.15 pagi, setelah seluruh perlengkapan selesai diperiksa kembali dan isi perut cukup untuk diajak naik, kami pun segera berangkat naik ke Prau. Dari warung yang menjual Mie Ongklok tersebut, kita ke arah belakang di mana ada tangga di sana dan kita cukup ikuti saja jalur tersebut. Kemudian dengan melewati rumah-rumah penduduk, saya dikejutkan dengan suatu tempat yang membuat saya ngeri-ngeri sedap haha. Ya, kuburan! Setelah melewati perumahan warga terakhir, tempat pertama kali yang dilewati adalah kuburan. Saya kurang begitu tahu, apakah itu tempat pemakaman warga (umum) atau pemakaman keluarga, yang jelas saya sempat kaget saat tahu ada tempat pemakaman menuju hutan dan pegunungan ke arah Gunung Prau.

Sesampainya saya dan teman-teman di tempat registrasi, kami menyempatkan diri untuk berfoto-foto ria dan Brei masuk ke dalam untuk membayar simaksi Gunung Prau. Simaksi yang kami bayar sebesar Rp 10.000,-/orang.

Pos registrasi Gunung Prau
Setelah kami membayar dan mendata diri kami di pos registrasi, kami pun melanjutkan perjalanan ke Pos-1 pendakian via Dieng Kulon. Oiah, by the way, saya lupa memberi tahu, saya dan tim mendaki melewati jalur umum via Dieng Kulon. Awalnya sempat kepikiran via Patak Banteng. Tetapi, Brei bilang lebih baik untuk jalur turun saja, kalau untuk mendaki khawatir pada gak kuat. Jadilah Dieng Kulon kami pilih sebagai jalur untuk mendaki ke Prau.



Gambar di atas merupakan papan welcoming menuju Prau. Papan tersebut terletak sekitar satu jam dari pos registrasi. Untuk sampai di tempat tersebut dari pos registrasi, kami melewati area perkebunan warga Dieng yang enak banget untuk dilihat. Banyak warga yang sedang bekerja sebagai petani kebun. Berbagai macam vegetasi tumbuhan yang ditanam di ketinggian kurang lebih 2000 mdpl tersebut. Pastinya, hanya tanaman yang cocok ditanam di dataran tinggi Dieng lah yang akan tumbuh, hehe.


Jangan meniru saya memakai celana jeans, tidak baik untuk pendakian







Akhirnya setelah berjam-jam kami melewati hutan, jarang sekali ada pinggiran hutan (lebih banyak di dalam hutan), sampai juga saya dan kawan-kawan di puncak Prau di mana terdapat tugu triangulasi pertama dari jalur pendakian Dieng Kulon. Kami berempat tiba sekitar pukul 3 (tiga) sore di puncak pertama di sekitar bukit Teletubbies. Menurut penglihatan dan pengamatan saya setelah melihat suasana pegunungan kala itu, banyak tugu triangulasi di setiap puncak-puncak bukit di Prau. Saya sangat senang, sampai-sampai saya teriak "PRAUUUUUUUUUUUUU!!!" saking sudah lamanya gak mendaki, sekalinya mendaki dikasih keadaan cuaca yang mendukung banget, tanpa kabut dan cerah sekali.




Karena di puncak tersebut sangat sepi dan memang tidak ada orang lain selain kami berempat, kami pun memutuskan untuk terus berjalan menuju camping ground di mana banyak orang-orang lebih memilih tempat tersebut sebagai tempat menginap.

Sekitar pukul 4 (empat) sore setelah berjalan kurang lebihnya satu jam lima belas menit, kami pun tiba di puncak Prau di mana tenda-tenda lebih banyak didirikan daripada tempat peristirahatan yang sempat kami singgahi sebelumnya. Dari sini, segala pemandangan terlihat. Actually, the place that we visited before was also able to see many scenes such as Telaga Warna, Bukit Teletubbies, and Dieng village.

Setelah kami tiba dan puas menikmati pemandangan sebentar, kami segera mencari dataran yang enak untuk mendirikan tenda. Dataran yang gak miring, jalur air yang pas, serta arah angin yang tepat adalah faktor-faktor yang baik untuk membangun tenda.

Sedang mendirikan tenda bersama Breiner
Acara masak-masak



Hari ke-2, Menyambut Mentari Pagi

Cuaca di Dieng bisa dibilang cukup baik, gak bersih-bersih banget karena masih sering datangnya kabut dan hujan deras yang menghampiri tenda dan lahan kami serta gak begitu istimewa banget karena untuk mencari milky way dan taburan bintang-bintang di langit Prau gak kesampean. Kecewa sih enggak, karena saya sih memang sangat mudah untuk datang lagi ke gunung yang pernah saya kunjungi. Yang terpenting bisa melihat Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing yang besarnya aje gileeee aja udah bersyukur banget.

Paginya dihari kedua, saya bangun sekitar pukul setengah lima pagi, sebenarnya dari sejak malam sekitar jam tujuh malam selepas shalat Isya, saya segera tidur dan selalu bangun kemudian tidur, terbangun kembali lalu tidur lagi begitu seterusnya karena dua hal: lapar dan hujan (menjadikan bagian dalam tenda kami agak basah (BUKAN BOCOR) sehingga membuat saya sedikit terganggu dengan lapisan tenda tersebut). Yap, dua hal itu yang membuat saya sering terbangun hingga akhirnya subuh tiba saya memutuskan untuk shalat dan gak tidur lagi.

Membuka retsleting tenda dipagi itu, tiba-tiba disambut baik dengan pemandangan depan tenda kami, Gunung Sindoro dan Sumbing dikala subuh. Yapss, tenda kami terletak di posisi yang tepat untuk bisa melihat pemandangan yang bagus. Walau masih subuh, belum adanya sunrise, gunung-gunung tersebut tetap terlihat karena efek dari sinar rembulan di atasnya. Gak ada kabut subuh itu, that was why I could see the mountains clearly.


* * *

Saya, Brei, dan Nisa segera naik ke atas bukit di belakang tenda kami, sementara Hadi masih tertidur, susah banget dibanguninnya. Kami menunggu matahari terbit di sana bersama para pendaki lainnya. Awalnya masih sepi, lama-lama menjelang pukul 05.00 pagi, para pendaki mulai keluar dari tendanya masing-masing. Sama seperti kami, mereka pun sibuk mengatur tripod, tongsis alias monopod, menyetel kamera sebaik mungkin, melihat angel yang tepat, dan mengutak-atik handphone untuk menangkap sunrise terbaiknya. Akhirnya, sekitar pukul 05.16, saya pun resmi mendapatkan gambar sebuah garis horizon matahari terbit "khas" Jawa Tengah.





Dari sini, kita bisa melihat beberapa gunung, yaitu: Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Kembang, Gunung Merbabu, dan Gunung Merapi. Nahh, yang terlihat jelas sih memang Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing yang berada di depan, sementara yang jauh di belakang sana itu ada Gunung Merbabu. Pokoknya, yang saya rasain pagi itu adalah I was very excited after seeing sunrise because I've never found it before in every single mountain that I'd ever visited.


Setelah puas mengambil banyak gambar dari sudut yang berbeda-beda, kami pun segera turun menuju tenda untuk menyiapkan bahan-bahan sarapan pagi. Kami gak berlama-lama saat memasak dan sarapan, setelahnya kami langsung berbenah diri dan membereskan tenda untuk segera pulang ke Dieng. Sekitar pukul 11.00 pagi, kami resmi meninggalkan puncak Gunung Prau untuk kembali ke Dieng, namun via Patak Banteng dengan waktu tempuh hanya tiga jam.

Foto terakhir di atas puncak Gunung Prau
Hujan deras menghampiri Dieng sore hari itu. Untungnya, saya dan teman-teman sudah tiba terlebih dahulu sebelum hujan datang mengguyur daerah tersebut. Setelah kami mengembalikan segala perlengkapan yang kami sewa, dan kami telah membersihkan diri kami serta makan kembali, akhirnya kami pulang menuju Wonosobo dengan microbus ke Terminal Mendolo di mana nanti di Terminal Mendolo, Anda bisa mendapatkan banyak bus menuju Jakarta. Jadi, tenang aja, bus banyak banget di sana, yang terpenting jangan kemalaman kalau tiba di terminal.

TIPS nya nih ya, pokoknya gak lebih dari jam 6 (enam) sore, Anda sudah harus sampai di terminal karena kalau lepas jam segitu, bus-bus yang didapat sangat sedikit bahkan hampir gak ada yang menuju ke Jakarta (apabila tujuan ke Jakarta). Pengalaman saya soal Dieng, Wonosobo, dan Purwokerto, daerah-daerah tersebut apabila selepas jam 6 (enam), bahkan kurang dari jam 6 (enam), angkutan umumnya amat-sangat-hampir gak ada, gak akan ada ditemuinya angkot atau bus menuju malam hari. Ngeri kan? Makanya, sebisa mungkin atur jadwal kegiatan Anda agar tidak kemalaman di kota orang - di kota yang bahkan belum pernah Anda datangi.


Ya, foto di atas adalah semacam tugu pertigaan Dieng Plateau yang dapat Anda temui apabila Anda datang dari arah Wonosobo. Tugu ini persis di depan penginapan Ibu Djono ke arah gang masuk Candi Arjuna. Di Tugu ini lah kita bisa menunggu microbus yang berlalu lalang dan tugu tersebut sudah terkenal sekali. Jadi, apabila Anda ingin bertemu dengan teman-teman Anda, tugu ini bisa sebagai tempat pertemuan (patokan) atau penanda di jalan.

* * *

Okay, Guys, itu dulu cerita saya di pendakian ke Gunung Prau. Semoga dengan adanya artikel ini sangat membantu teman-teman dalam hal akomodasi, petunjuk arah, harga-harga tiket, cuaca, atau apapun dalam mempersiapkan itinerary menuju Dieng dan Prau khususnya. Saya sudah menulis segalanya sangat lengkap. So, have a nice vacation, guuuuysss!







* * *

You Might Also Like

4 comments

  1. Hallo ka, boleh tau nama/kontak rental sewa alat outdoornya di dieng?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hallo Sela, maaf baru dibalas yaaa... Untuk penyewaan di Dieng saya tidak menyimpan nomornya. Nanti bisa ditanyakan di basecamp saja. Kebetulan di Dieng banyak tempat penyewaan outdoor. Jadi tenang aja hehe :D

      Delete
  2. Ka, kalo tempat nginap di tempat bu djoko itu brpa ya dulu bayarnya?
    Dan apakah ada no kontaknya?

    ReplyDelete
  3. Dulu pas saya masih murah. Cuma 75rb. Murah banget hehe. Maaf euy, kebetulan gak ngesave nomornya. Oiah, maaf baru saya balas yaa :D

    ReplyDelete