Latest Posts

Gunung Arjuno via Lawang || Oleh-oleh Kisah Mistis dari Pos-2 Lawang

By 20:03 , , , , ,

Gunung Arjuno 2016



 



* * *

Suatu hari, handphone saya bergetar tanda ada beberapa chat masuk. Sekonyong-konyong, saya pun membuka layar handphone dan membaca salah satu chat dari teman saya yang bernama Hadi. Singkat cerita, Hadi menghubungi saya untuk mengajak hiking lagi (iya lagi, karena beberapa bulan lalu, kami baru saja turun dari Gunung Prau (klik di sini - blog Gn. Prau)) ke gunung yang pernah saya, Hadi, dan Brei wacanakan kala itu.


Yap, saat itu di dalam bus 3/4 saat perjalanan pulang dari Dieng ke Wonosobo, kami sedang mewacanakan untuk pergi ke suatu gunung di daerah Jawa Timur. Sebenarnya belum masuk tahap mewacanakan juga sih ya, malah hanya sekadar basa-basi karena waktu itu Brei dan Hadi sedang membicarakan mengenai kisah mistis gunung tersebut.


Oke, lanjut ke pembahasan chat! Jadi, Hadi mengajak saya hiking ke Gunung Arjuno, Jawa Timur. "Far, 3 November Arjuno, kuy!" sesingkat itu pesannya. Awalnya, saya masih ragu untuk pergi ke sana dikarenakan ada sesuatu hal yang takutnya mengganggu jadwal hiking tersebut. Namun, mendekati bulan November, saya pun akhirnya memutuskan untuk ikut dan langsung memesan beberapa tiket untuk saya dan teman-teman. Awal mula yang berangkat adalah 6 (enam) orang. Tetapi, beberapa hari menjelang hari-H, jadilah tersisa 4 (empat) orang yang pasti ikut termasuk saya.



* * *

Stasiun Pasar Senen - Stasiun Lawang

Rabu, 03 Nobember 2016, masih tersisa satu jam lagi untuk menunggu kereta Jayabaya yang akan berangkat tepat pukul 12.00 siang. Hadi pun belum juga datang bersama temannya Awal, sementara Breiner (Brei) akan bertemu kami bertiga di Pasar Lawang saat kami membeli kebutuhan logistik (bahan masak-memasak) di sana. Kami sengaja tidak membeli bahan makanan dari Jakarta karena satu pastilah berat dan yang kedua, aroma sayur-mayur dan bahan mentah lainnya akan mengaganggu para pengguna kereta lainnya.

Setelah memberitahukan posisi saya ada dibagian print tiket, tidak lama kemudian Hadi datang tanpa bersama Awal. Saya kira Awal akan ikut bersama Hadi. Namun, nyatanya tidak. Mereka berdua berangkat sendir-sendiri. Dan, yeah... 10 menit lagi kereta datang! Kami pun belum masuk bagian pemeriksaan karcis. Saya dan Hadi menunggu Awal di bagian tempat orang-orang mengantri untuk diperiksanya karcis mereka. Panik melanda, sementara Hadi sudah beberapa kali menghubungi Awal dengan balasan "sebentar lagi sampai, ini sudah di lampu merah". Kurang lebihnya 5 (lima) menit berlalu dan batang hidungnya pun belum juga terlihat. Kami yang tadinya memutuskan untuk meninggalkan Awal dan bergegas masuk ke bagian pengecekan, tetiba dari ujung nampaklah seseorang yang kikuk yang sepertinya sedang mencari teman-temannya, sementara Hadi ber- "Naaaaahh!" maksud kalau Awal akhirnya datang juga.

Angin berhembus sejuk siang ini dan langkah kaki kami berlari sekencang mungkin agar kami tidak ketinggalan kereta. Untung saja kami tidak harus melewati lorong bawah tanah untuk menyebrang ke jalur ujung sana, toh lintasannya tepat di belakang bagian pengecekan tiket. Cukup lelah, sehabis berlari-larian dan sempat panik kalau nantinya hanya saya dan Hadi yang berangkat. Tapi, yaa gak apa-apa juga sih.



* * *

Baru saja kami mencari nomor tempat duduk dan menemukannya, kereta pun langsung meninggalkan Ibu Kota. Bak dihempas angin, tanpa sempat saya melihat stasiun Pasar Senen dari jendela, kereta pun bergegas jalan menuju Jawa Timur.

Diawal perjalanan, hal yang kami lakukan pastilah sama dengan kebanyakan para pengguna jasa kereta api lainnya, yaitu mengobrol sepanjang jalan. Kami tidak membawa alat permainan (kartu remi/UNO) sebagai senjata kebosanan. Sesekali kami tertidur, lalu berbincang-bincang kembali, kemudian memutuskan untuk tidur hingga sore hari.

Kurang lebihnya jam setengah 2 (dua) dini hari, kami bertiga sampai di Stasiun Lawang. Penumpang yang turun tidak seramai di stasiun-stasiun sebelumnya. Mungkin karena sisanya akan turun di stasiun terakhir di Stasiun Malang, kali ya? Keadaan Stasiun Lawang pun sangatlah sepi dan situasi di luar stasiun benar-benar seperti kota mati, gelap tanpa aktifitas (yaiyalah, kan jam setengah dua dini hari). Dini hari itu, hanya tersisa kami bertiga dan satpam yang bertugas jaga malam. Kebayang yaaa sepinya!


Kami belum sempat makan malam di kereta, dan kami pun juga sudah kehabisan bekal. Hadi dan Awal sepakat mencari makanan di luar sana. Siapa tahu masih ada warung makan yang buka (atau mungkin baru dibuka dan malah 24 jam tidak tutup-tutup haha). Tinggalah saya seorang diri di ruang tunggu, sementara satpam sedang pergi entah kemana. Yomaaaann, sendiri banget lhoo saya! Yang saya lakukan selama sendirian hanyalah bermain handphone dan me-setting ulang mirrorless Samsung NX mini. Sejujurnya, yang saya khawatirkan bukanlah sesosok "mantan". Namun, saya lebih waspada jika ada orang jahat menghampiri saya. Ngeri, yaaa!


Kurang lebihnya setengah jam sampai 45 menit kemudian Hadi dan Awal datang membawa 2 (dua) kantong plastik hitam (bungkusan) yang berisi dua soto ayam dan dua nasi. Kami bertiga langsung menyantap bungkusan tersebut dengan semangat karena saking laparnya. Singkat cerita, seusai makan, kami langsung bergegas ke posisi tidur kami masing-masing. Yap! Kami tidur sebentar menunggu subuh (lebih tepatnya hingga stasiun ini buka, yaitu pukul 04.30 subuh). Banyak bangku panjang di sini. Jadi, kami bisa memilih mau tidur di sebelah mana nantinya.



Menuju Pasar Lawang

Subuh hari, setelah kami semua dibangunkan oleh satpam penjaga (sebelumnya kami meminta tolong satpam agar dibangunkan apabila stasiun hendak dibuka), kami langsung berbenah diri dan merapihkan barang-barang karena kami akan pergi menuju Pasar Lawang, tempat di mana kami akan berbelanja kebutuhan masak-memasak dan logistik lainnya, serta yang tak kalah penting adalah meeting point kami dengan Breiner. Di Pasar Lawang ini jugalah, start kami menuju basecamp Perkebunan Teh Wonosari di mana area tersebut adalah jalur menuju Gunung Arjuno via Lawang.

Untuk menuju Pasar Lawang dari stasiun, kami hanya perlu berjalan kaki sebentar karena jaraknya hanya 1 km saja. Nantinya, kami akan berbelanja kebutuhan logistik seperti sayur mayur, bahan pokok nasi, dan membuat kudapan-kudapan ringan untuk mengganjal perut disela-sela istirahat berupa pudding cokelat dan jelly. Pasti mantap, ya, apabila disajikan di atas gunung kelak?


Pagi itu amat sejuk, apalagi berjalan kaki di sini membuat badan ini kembali segar setelah seharian duduk pegal di kereta Jayabaya. Yap, seperti biasa, menaiki kereta dengan kelas ekonomi memiliki "keunikannya" tersendiri, yaitu senderan yang tegak. Maka dari itu, pagi itu berbelanja di pasar adalah kegiatan yang menyenangkan karena bisa menghirup udara segar dan juga bisa mengobrol dengan para penjual di sana.


Setelah berbelanja berbagai macam kebutuhan bahan makanan, akhirnya Brei pun tiba di pasar bersama mobil travel yang kami sewa untuk menuju basecamp. Pukul 06.00 WIB kala itu, kami berangkat menuju rumah warga untuk melakukan pendaftaran data diri mendaki ke Gunung Arjuno via Lawang.



Mulai Mendaki

Segala persiapan InsyaAllah telah matang, logistik dan perlengkapan lainnya pun sudah kami cek satu persatu dan siap untuk mendaki. Kurang lebihnya pukul 09.00 WIB kami start mendaki dari perkebunan teh Wonosari. Pagi yang cerah saat itu. Walau yang terlihat hanyalah tim kami saja yang berangkat pagi itu, namun hal ini tidak menyurutkan niat kami untuk hiking ke atas sana. Angin sepoi-sepoi dan aroma daun teh pun ikut memanggil kami seraya mengucapkan selamat datang dan selamat mendaki ke wilayah Gunung Arjuno - Welirang.

Jalur pendakian menuju Gunung Arjuno via Lawang ini bisa saya kategorikan tidak curam karena jalurnya yang landai dengan melewati perkebunan teh, ladang tumbuhan petani, lalu memasuki kawasan hutan, kemudian hutan selesai dan memasuki area terbuka yang gersang, barulah bertemu padang savana yang luas nan indah setelah pos-2 Lawang.





Pos 1

Setelah 1.5 jam berjalan dari start tadi, kami beristirahat di suatu pondok/gubuk yang besar persis dipertigaan jalan di mana apabila ke kanan dari gubuk ini adalah jalur pendakian. Kami beristirahat sekitar 20 menit saja untuk menyantap camilan roti dan minuman manis dengan ditemani sejuknya udara perkebunan dan wanginya dedaunan pagi itu.

Istirahat selesai, saatnya kami melanjutkan perjalanan kami. Usai area ladang petani, kami memasuki kawasan hutan yang gersang dan rapat. Keadaan hutannya juga bukan hutan yang sejuk. Di sini terasa pengap dan jalurnya lumayan sempit (itu tadi mengapa saya bilang rapat). Banyak sarang laba-laba dan serangga-serangga di mana-mana. Saya akan kasih gambaran area hutan menuju Gunung Prau via Dieng Kulon itu seperti apa luasnya. Nahh, hutan yg ini bukan hutan seperti di Gunung Prau, yang sejuk dan luas serta menyebar. Di sini benar-benar rapat, jadi ruang untuk bernapas dan beristirahat di area ini rasanya tidak cocok karena keadaan hutan yang kurang memungkinkan tadi.

Setelah berjalan hampir 1.5 jam di dalam hutan yang walau alhamdulillah tidak menemukan jalur yang terjal alias landai, akhirnya kami keluar dan memasuki area bukit dan padang ilalang yang luas. Sekali lagi, teriknya matahari membuat kami kelelahan karena hari telah memasuki pukul 12.00 WIB. Siang itu memang gerah dan gersang sekali. Masih tak terlihat adanya pendaki/tim lain yang melewati jalur ini selain tim kami.


Pos 2

Pukul 12.45 WIB kami tiba di pos 2 Lawang. Kami memilih untuk beristirahat sejenak dan membuat makan siang di sini. Pos 2 ini patokannya adalah adanya sebuah rumah tua/gubuk tua besar yang mana juga sekitar sini terdapat sumber mata air (namun, kita harus berjalan cukup jauh untuk mengambil air). Nahh, selepas pos 2 nanti, sumber mata air sudah tidak didapatkan karena pos 2 inilah sumber mata air terakhir yang bisa teman-teman dapatkan. Jadi, saran saya, bawa/isi botol minum kalian sebanyak-banyaknya untuk persediaan pendakian di hari berikutnya.

Di pos 2 pula nantinya ada percabangan menuju jalur pendakian Gunung Arjuno. Teman-teman bisa lewat kanan ke jalur Lincing, atau tetap lurus/agak kiri ke arah padang savana yang luas dan cantik. Oiah, kami melihat ada dua muda-mudi yang sedang berada di bukit savana, di mana sedang asyik saling memotret satu sama lain.

Kami sengaja beristirahat siang ini dan melanjutkan perjalanan dikeesokan pagi. Cuaca sejauh ini alhamdulillah baik dan masih cerah serta udaranya yang enak untuk ngaso sejenak. Makan siang kali ini adalah nasi plus sop bening dengan isi sosis, kentang, kol, wortel, dan nugget. Aaahh, sungguh nikmat setelah jalan sekitar 3.5 jam dari bawah sana.








Usai menyantap makan siang, kami beberes dan segera mendirikan tenda. Pukul 14.30 WIB kala itu. Di pos 2 ini, udara masih stabil (alhamdulillah, suhu tidak dingin sama sekali), jadi segala perlengkapan pakaian hangat belum saya dan teman-teman keluarkan. Bahkan teman-teman pria saya ini ada yang membuka baju, masih saja kegerahan akibat perjalanan tadi.

Para muda-muda yang berada di atas bukit tadi pun akhirnya turun dan berjalan ke arah kami ke pos 2. Mereka berdua sempat beristirahat sejenak sekitar 10 menit sembari mengobrol bersama kami berempat. Ternyata mereka hanya tektok untuk melihat sabana dan kembali pulang. Jadi, memang bukan untuk hiking/summit ke Gunung Arjuno. Setelah 10 menit, mereka pun lekas melanjutkan perjalanannya untuk turun mengejar waktu sebelum hari mulai gelap.


Kisah Pun Di Mulai

Menjelang sore pukul 15.30 WIB, disaat kami ingin masuk ke dalam tenda, akhirnya ada 1 tim yang lewat dan terus melanjutkan perjalanan ke pos selanjutnya. Kalau tidak salah jumlah mereka sekitar 5 sampai dengan 6 orang dan semuanya laki-laki. Sama seperti pasangan muda-mudi tadi, tim ini hanya beristirahat sejenak sambil menyantap camilan mereka masing-masing. Mereka sempat bertanya soal jalur, karena ada 2 (dua) jalur di sini. Sampai akhirnya mereka beranjak pergi, mereka pun memutuskan untuk melewati jalur Lincing (seingat saya).




Kami berempat sudah masuk tenda, dan hari sudah mulai gelap. Tetiba suara rintikan hujan terdengar. Rintik-rintik hujan yang terdengar sayup-sayup ini sangat enak menemani rasa lelah kami untuk tidur/beristirahat. Posisi tidur kami di dalam tenda (menghadap keluar) adalah: Hadi (kanan) dan Awal (kiri) di ujung, kemudian saya dan Brei di tengah, persis di depan pintu tenda menghadap dapur tenda.

Seketika, dua teman saya (Hadi dan Awal) pun tertidur. Sepertinya mereka sungguh kelelahan. Bahkan sesekali saya goda untuk membuat mereka bangun, rasa-rasanya mereka tak mendengar. Mungkin mereka sudah jauh sekali masuk dan terlelap di alam tidurnya. Suara playlist yang terputar di Spotify milik Hadi pun seolah tak menghalangi dua anak ini untuk tidur.


* * *


Sekitar pukul 16.45 WIB, artinya sebentar lagi sore akan berganti malam. Suasana di dalam tenda tersisa saya dan Brei yang masih terjaga, belum ada rasa ingin tidur sehingga kami memilih untuk mengobrol sepanjang waktu mengisi kebosanan dan kesunyian karena tidak ada lagi yang menenda di pos 2 ini selain tim kami. Kami berdua ngalor-ngidul membahas seputar Kampung Inggris hingga liburan ke Malang. Membahas juga mengenai teman-teman di Perminyakan dan seputar minyak. Sampai akhirnya waktu tak terasa karena kami asyik berbincang-bincang. Dari dalam sini juga, kesunyian di luar sana terdengar.

Rintik hujan di luar sana pun berubah menjadi hujan yang walau masih terbilang ringan. Tidak deras, apalagi sampai badai. Masih tergolong aman karena hanya hujan biasa. Saat itu, karena saking sunyinya keadaan di pos 2, saya mendengar suara derapan langkah kaki suatu tim, kira-kira 3 orang dari bawah sana mendekati wilayah pos 2 ini. Sontak saya sangat senang karena akhirnya kami tidak sendirian lagi dan saya langsung bilang kepada Brei bahwa akan ada tim yang datang.

Suara mendekat, dan berhenti di area pos 2 ini. Saya menunggu, kira-kira siapakah mereka. Apakah mereka akan membangun tenda juga di sini, atau malah melanjutkan perjalanan? Pasalnya, apabila teman-teman berada di gunung, suatu perbincangan selembut apapun suara kalian, pastilah akan terdengar, walau samar-samar.

Okay, seperti yang saya katakan tadi, mereka berhenti di luar sana. Namun, saya tidak mendengar adanya perbincangan apapun dari mereka semua. Biasanya, kalau para pendaki bertemu dengan shelter/check point/pos, pastilah akan ada kalimat-kalimat paling tidak seperti ini, "Aaaaahhh posssss... woii, pos woiii!! Akhirnya nyampe juga di pos!" atau "Istirahat dulu, guys! Kita duduk dulu bentar di sini!" bisa juga, "Minum dulu gak? Dimakan dulu aja cokelat-cokelatnya! Kita istirahat dulu!", gitu kan biasanya? Sayangnya, ini tuh gak ada sama sekali perbincangan yang keluar dari mereka.

Saya masih menunggu adanya obrolan dari "tim tersebut". Suara kaki itu terus terdengar dan sangat terasa oleh saya, bahkan terdengar pula oleh Brei setelah saya beri tahu bahwa ada tim datang. Ya, suara itu mondar-mandir disekitaran luar. Di area sebelah kanan tenda kami (berarti sebelah kiri rumah tua, jalur para pendaki lalu-lalang). Suara itu terus bolak-balik, bahkan kali ini terdengar suara sapuan dari luar sana. Seolah sedang ada yang menyapu di area pos 2 ini (masih di samping kanan tenda kami). Tapi, siapa juga yang mau menyapu di kala hujan-hujan begini?

Kali ini pikiran saya pun melayang yang aneh-aneh. Suara itu kadang sedang menyapu, lalu terkadang suara langkah kaki yang bolak-balik menjauh lalu mendekat lagi, dan malah kali ini terdengar suara yang seolah akan "meraih" tenda kami. Yap, seakan mendekati tenda kami dari sisi kanan. Sungguh saya agak ketakutan. Masih bilang agak yaaa, belum banget! hehehe...


* * *


Saya bilang ke Brei saat itu bahwa kita berdua harus segera keluar untuk mengecek, takutnya ada apa-apa. Sejujurnya, yang terlintas dibenak saya saat itu bukanlah ke hal yang mistis-mistis, tidak sama sekali malah. Justru, yang saya khawatirkan adalah apabila itu adalah penduduk sekitar yang iseng ingin berniat buruk pada kami, karena di sini cuma ada tim kami saja (empat orang). Saya sudah membayangkan yang tidak-tidak seperti orang membawa celurit, golok, atau pacul yang biasa digunakan untuk berladang. Bisa saja penduduk itu yang ingin memalak para pendaki karena sekarang banyak kabar kalau di gunung pun, para pendaki suka dipalak atau dimintai barangnya dengan cara kasar/paksa oleh orang yang tidak dikenal di jalur pendakian.

Pemikiran kedua saya, saya takut kalau itu adalah binatang buas seperti macan/harimau, atau babi hutan. Saya benar-benar tidak habis pikir kalau itu adalah hewan buas. Mau lari ke mana coba kami? Akhirnya, kami berdua pun keluar tenda dan mengecek keadaan sekitar. Saat keluar tenda, ternyata hari di luar sana sudah terlihat sangat gelap dengan hujan ringan yang membasahi area gunung ini. Gelap dan penuh teka-teki. Suara apa itu semua?

Setelah kami cek, suara itu hilang seketika. Persis saat kami keluar tenda, suara pun menghilang. Kami memutuskan untuk masuk kembali, karena kami berpikir suara itu sudah pergi. Namun, saat kami baru saja masuk, "gangguan" suara itu datang lagi. Persis saat kami masuk, dia pun datang seketika. Jadi gini, kami keluar, suaranya hilang, kami baru saja masuk, suaranya datang. Tambah bikin merinding dong, ya?


Pukul 18.45 WIB, suara langkah kaki, orang sedang menyapu, lalu ada orang plus kaki mau meraih tenda kami dan mendatangi tenda kami pun semakin terasa. Benar-benar saya merasakan langsung seperti ada seseorang/makhluk yang ingin menghampiri tenda kami dan ingin meraih kami semua dari sisi kanan. Susah kalau diceritakan! haha. Kali ini, ditambah dengan adanya suara air hujan dari atap rumah tua yang jatuh ke suatu wadah, yang saya bingung, wadah apa yang berada di samping kiri rumah tua (sisi kanan tenda)? Perasaan saya, tidak ada wadah atau tempat apapun untuk menampung air hujan. Terus saja banyak gangguan-gangguan aneh.


Kami sekali lagi mengecek hingga 3x bolak-balik keluar-masuk tenda. Mengecek sekeliling luar tenda, dan Brei membereskan sampah-sampah di samping rumah tua agar tidak berserakan. Semakin gelap di luar sana. Tidak ada penerangan atau aktifitas manusia. Sendiri. Ya, hanya kami yang "memiliki" daerah ini.


Cukup! Akhirnya pikiran saya sudah bukan lagi tentang penduduk yang iseng atau pun hewan buas. Pikiran saya kali ini pure adalah tentang makhluk gaib yang sepertinya sedang menganggu kami berempat. Sayangnya Hadi dan Awal sudah tertidur lelap. Mereka tidak akan pernah merasakan ketegangan apa yang saya dan Brei rasakan. Saya berkali-kali membangun Hadi dan ia pun tak mendengar sedikitpun. Terlelap.



* * *

Selama kejadian itu, saya dan Brei terus berbincang-bincang membicarakan apa saja, masih seputar Kampung Inggris sampai perminyakan dengan suara besar. Seputar cara interview untuk masuk kantor itu bagaimana hingga membicarakan kondisi harga minyak saat itu. Saya dan Brei seolah menghiraukan keadaan "gangguan" di luar sana. Walau "mereka" masih menggoda kami, kami harus cuek dan bahkan Brei membuat kopi susu untuk kami berdua agar kami tidak begitu was-was. Kami ngobrol dengan nada normal seperti orang-orang pada umumnya ngobrol. Namun, ketika "mereka" sedang menganggu, saya selalu memberi kode seperti, "suaranya ada lagi, Brei. Dengar, gak?" dengan suara kecil dan pelan. Setelah itu berbincang lagi dengan nada normal. Jadi, ada part kami ngobrol nyantai, dan ada part di mana suara saya kecil saat memberi sinyal ke Brei.

Saya selalu bilang pada Brei bahwa kita harus jaga malam. Jangan sampai ada yang tertidur. Sesekali obrolan kami sudah melantur dan tidak nyambung karena kami berdua sudah kelelahan dan butuh tidur. Sesekali juga saya bilang, Brei kalau mau tidur juga tidak apa. Namun, ia berkata bahwa saya saja yang tidur dan ia yang berjaga, karena bagaimana pun juga di tenda harus ada yang bangun. Karena saya sudah sangat ngantuk, saya pun tertidur. Suara itu masih sama-samar terdengar. Saya berkata dalam hati, "Tolong jangan ganggu ya! Kami gak ada sedikit pun niat jahat ke sini. Tolong pergi!". Hatiku sebenarnya lebih ke marah karena sudah kesal diganggu terus. Saya berontak dan mengusir "mereka" dengan amarah saya walau hanya dalam hati saja.

Terlelap. Saya pun tertidur pulas dan seingat saya, saya tidak bermimpi yang aneh-aneh. Bahkan saya pulas dalam tidur saya. Serasa lupa apa yang terjadi sebelumnya. Entahlah, apakah Brei juga pada akhirnya tidur atau tidak, saya ingin mengecek keadaan dirinya. Namun, badan ini rasa-rasanya sudah terlena dengan posisi tidur dan saya sudah masuk ke alam tidur saya.


Semuanya Berakhir

Pukul 01.00 WIB, saya bangun dari tidur. Sudah ada Hadi dan Awal yang sedang duduk sembari membuat sesuatu di depan saya ke arah tenda dapur. Saya sekonyong-konyong bangun dan terdiam. Mencoba merasakan dan mendengar kembali suara-suara itu. Tidak ada! Semuanya hilang. Saya kembali memastikan suara itu ada atau tidak. Ternyata memang benar-benar sudah pergi. Padahal ini adalah tengah malam. Mengapa suara itu malah tidak ada di tengah malam seperti ini dan justru ada di sore ke malam hari tadi?

Saya segera dibuatkan dan ditawari susu hangat dan jelly yang mereka buat. Saya langsung memegang minuman dari yang Hadi beri dan meminumnya. Ngantuk dan lelahku hilang. Melihat Brei yang gantian tertidur pulas rasanya ingin tersenyum bahwa kejadian tadi yang tahu semenegangkannya seperti apa hanyalah kami berdua, dan saya belum ingin memberitahukan kejadian tadi kepada Hadi dan Awal. Jadilah saya menyimpan dulu ini semua.


Tak lama, Brei bangun. Kami berempat lengkap dalam keadaan on dan membuat makanan ringan (seingat saya mie goreng pedas pakai sosis), serta berbincang-bincang seru. Kami saling menghangatkan dan meramaikan suasana walau di sini hanya ada kami berempat saja. Perasaan dan keadaan saat ini jauh lebih baik karena merasa tidak sunyi dan sepi lagi seperti tadi. Oiah, saat saya bangun barusan, hujan memang sudah berhenti. Entah kapan hujan itu berhenti. Mungkin saat saya dan Brei tertidur pulas.


Setelah 1.5 jam kami beraktifitas, saya memutuskan untuk melanjutkan tidur karena subuh nanti kami harus hiking ke savana. Aaaahh, gak sabar naik ke bebukitan savananya Arjuno yang indah itu! Kami berencana akan naik ke savana sekitar jam 5 subuh, sebelum sunrise. Jadi, nanti kami bisa melihat sunrise di savana.



Savana Gunung Arjuno

Subuh pun datang dan kami segera bangun untuk bergegas lanjut ke savana. Tenda dan perlengkapan kami tinggal di pos-2. Kira-kira pukul 05.15 WIB kami beranjak pergi. Oiah, kebetulan, subuh itu datang satu tim pendaki beranggotakan kira-kira 8 (delapan) orang dan membuka tenda untuk beristirahat di pos-2. Jadi, kami merasa aman untuk menitip barang-barang kami pada mereka. Itu artinya juga, tim kami tidaklah lagi sendirian hehe.

Kami ke savana hanya untuk berjalan santai sekaligus menghirup udara segar pagi hari di Gunung Arjuno. Jarak dari pos-2 ke bukit savana tidak jauh, hanya setengah jam saja kita harus menelusuri padang ilalang yang menghantarkan kami di suatu padang savana yang sangat luas. Nahh, dari pos-2 ini, kami ambil jalan lurus (agak ke kiri sedikit), bukan ke arah kanan ke Lincing. Treknya mendaki, namun tetap landai tidak curam.

Setelah 30 menit jalan, kami disuguhkan dengan hamparan padang ilalang di bukit savanah nan indah ini. Dari sini, kami bisa melihat kota-kota daerah Malang/Batu sana, juga Gunung Semeru dari kejauhan. Semoga, tahun depan saya bisa ke Semeru ya, aamiin! Oiah, cuaca pagi ini sangat cerah. Di atas sini anginnya lumayan kencang (bukan badai yaaaa). Hembusan sepoi-sepoi angin di sini membuat langkah dan badan ini terasa ringan. Kami merileksasikan tubuh kami dengan duduk-duduk santai di sini sambil melihat pemandangan sekitar serta sembari ajang potret-memotret satu sama lain.




Sekitar hampir 2 jam kami ngaso di savana, akhirnya saya dan Awal turun untuk membuat sarapan pagi. Brei dan Hadi masih terus lanjut ke bukit lebih atas untuk mengambil gambar dan foto-foto. Oiah, saat saya kembali ke pos-2, saya sempat melihat lutung hitam (Lutung Jawa) untuk pertama kalinya seumur hidup saya. Tubuhnya besar dan lengannya panjang. Sesungguhnya, saya tidak tahu apakah itu lutung atau jenis kera/primata lainnya. Namun sayangnya, saya lupa memotret lutung hitam tersebut.

Pukul 08.00 WIB, sarapan siap di santap pagi itu. Saya dan Awal membuat pudding cokelat dengan saus fla putih di atasnya. Kami juga memasak omelet mie telur dan makanan cepat saji lainnya seperti sosis dan chicken nugget. Masih ada teman-teman tim lain di pos-2 ini. Mereka sepertinya sedang me-packing ulang barang mereka. Agaknya, mereka sedang mempersiapkan sesuatu entah apa karena tampaknya mereka sangat sibuk satu sama lain.


Sarapan dan Pulang

Tidak lama, Hadi dan Brei datang. Kami menyuguhkan makanan untuk mereka berdua. Kami harus sarapan terlebih dulu sebelum turun ke bawah. Rencana, kami akan turun jam 10 pagi. Masih ada waktu sekitar 2 jam dari sekarang. Kami makan dengan sangat senang, puas, dan gembira. Sesekali saya merekam kegiatan kami pagi itu. Di sela-sela sarapan pagi, tim lain pun pergi meninggalkan tenda yang katanya mereka akan lanjut untuk ke pos berikutnya. Waaaaah, pos-3 masih sangat jauh sekali. Sementara mereka tidak membawa apa-apa selain tas kecil dan kebutuhan penting yang mereka bawa.

Usai sarapan, kami segera membereskan peralatan masak dan berganti pakaian secara bergantian. Setelah semuanya beres, barulah tas carrier kami masing-masing dibereskan sampai akhirnya tenda dibersihkan dan dilipat. Sebelumnya, kami masih sempat membuat pudding cokelat (tanpa fla) untuk bekal makan siang nanti. Rencananya, kami akan makan saat kami di gubuk pertama (bukan gubuk kemaren).






Pukul 10.00 WIB kami turun. Setelah mengecek ulang area sekitar dan sudah beres semua, kami dengan mantap turun ke basecamp. Waktu tempuh kami hingga basecamp hanya sekitar 2 jam saja. Itu pun sudah termasuk makan siang dan istirahat nyantai-nyantai di jalur pendakian. Cuaca siang itu cerah, udara masih sedikit gersang. Namun, Allah tetap memberi kesehatan dan keselamatan pada kami setelah apa yang terjadi sore ke malam kemaren. Oiah, saya lupa memberi tahu bahwa pada akhirnya, saya dan Brei menceritakan kembali kejadian kemaren pada Hadi dan Awal. Mungkin karena sudah siang, jadi tidak ada yang perlu ditakutkan.
























* * *










You Might Also Like

2 comments

  1. ahh pos 2 di gubug dengan mereka sedang tahlilan dan mbak kunti ngalor-ngidul yg sedang menebarkan pesonanya..

    ohya kak klo mo summit ajak yak orang pribumi singosari kaki arjuno makasih 😝

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya mau ke arjuno juga mas. Nunggu sembuh dr kebakaran masihan 😅😅

      Delete