Gunung Merbabu Via Suwanting || Indahnya Bebukitan Hijau dan Sabana
Gunung Merbabu 2017
Assalaamu 'alaykum warohmatullaahi wabarokaattuh!
Yap, masih sambungan dari kisah kemaren di blog yang berjudul Persiapan ke Merbabu 2017 dan kali ini di inti cerita akan dikupas satu-satu gimana-gimana aja sih kisah travelling saya dan teman-teman mulai dari perjalanan menuju Merbabu, pendakian, hingga perjalanan pulang kembali. Sebelumnya, mohon dibaca sampai habis yaaa, agar informasi yang didapat juga gak setengah-setengah. Oiah, ada video YouTube-nya juga lho! Teman-teman bisa scroll ke yang paling bawah untuk me-klik link YouTube-nya dan juga cerita pendakian lainnya. Scroll ke yang paling bawah, yaa!
Naik Bus Jakarta - Magelang
Jum'at sore (21 April 2017) pukul 16.00, saya dan adik berangkat menuju terminal Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Kala itu saya harus memesan tiket untuk keberangkatan jam tujuh malam dengan tujuan Jakarta - Magelang (pinta Bang Gun). Kami pun tiba di terminal pukul 17.00 sore dan kami tak langsung ke terminal dikarenakan kami berdua belum makan sore sejak di rumah tadi. Kami "melipir" sejenak mencari makanan berat untuk disantap, dan pilihannya jatuh pada seorang ibu yang menjual kwetiau dan nasi goreng persis di seberang Balai Sespimma Polri.
Sekitar maghrib, akhirnya saya ke terminal untuk mencari bus tujuan Magelang. Sebelumnya saya bertemu Kak Ria, dan Farisah menunggu saya di Indomart seberang pom bensin Shell. Setibanya di terminal, awalnya mas-mas calo dari bus Handoyo dan Langsung Jaya bilang, bus tujuan Magelang terakhir berangkat jam empat sore tadi, untuk malam ini tidak ada yang langsung ke arah sana. Mereka menyuruh saya memakai bus mereka namun tidak secara langsung melainkan transit di Bawen (Semarang). Saya pun tak jadi memakai bus tersebut karena setelah menelpon Bang Gun, beliau bilang "gausah", dan tetap meminta mencari bus yang lain. Namun, ketika saya bilang kepada mas-mas calo bahwa tujuan saya hendak ke Gunung Merbabu via Suwanting, mereka bilang, "Hoooooooo.... Merbabu?! Ya ampuuuun, iki lhooo, naik ini aja Mbak, bus Langsung Jaya, seratus tujuh puluh lima ribu rupiah (Rp 175.000), Mbak. Ini mereka (menunjuk ke arah mas-mas dan mbak-mbak yang sedang duduk) mau ke Merbabu juga, Mbak. Sekalian aja! Jadi isi satu bus ini ke Merbabu semua kok, Mbak." ujarnya.
Lantas, saya pun langsung menelpon kembali Bang Gun untuk memberikan informasi mengenai bus tersebut, dan beliau pun setuju memakai Langsung Jaya (berangkat pukul 19.30 dari terminal Lebak Bulus) dan berencana diturunkan di pasar yang nantinya kita pribadi melanjutkan perjalanan memakai mobil sewaan ke Magelang.
Pukul 19.30 malam, bus pun meninggalkan terminal Lebak Bulus menuju terminal Kampung Rambutan dan Jalan Baru untuk mengangkut para penumpang lainnya. Kalau dihitung-hitung, pada akhirnya bus ini berangkat sekitar jam sepuluh malam dari Jakarta menuju Jawa Tengah.
* * *
Malam itu, perjalanan hanya tersendat di sekitaran tol Cikampek hingga exit tolnya. Sisanya, sepanjang jalan di daerah tol Cipali hingga jalanan yang ada di Jawa Tengah terpantau ramai lancar. Cuaca juga mendukung, tidak ada hujan kala itu. Langit Jawa Tengah terlihat cerah!
Pukul 11.20 siang hari, kami tiba di pasar Ampel (Boyolali) di mana kami transit untuk melanjutkan perjalanan menuju basecamp jalur Suwanting. Kami pergi menuju tempat tersebut menggunakan mobil yang dipesan oleh Bang Gun (inova silver) yang kami sewa dengan tarif tiga ratus dua puluh lima ribu rupiah. Naah, apabila teman-teman berniat memesan mobil travel inova tersebut, teman-teman dapat menghubungi Mas Oka (0857-2865-7300) yaaa. Perjalanan dari pasar ke basecamp memakan waktu lebih kurangnya 1,5 jam, dan disepanjang perjalanan disuguhi pemandangan-pemandangan yang indah dan perkampungan warga yang asri.
Kami sampai di basecamp pukul 14.30 siang, masih ada waktu untuk berbenah diri dan juga membereskan ulang peralatan-peralatan yang kami bawa. Saat itu, setelah di-packing ulang oleh Bang Gun, beban saya dan Farisah bertambah karena adanya bahan-bahan logistik kelompok yang dibagi-bagi oleh Bang Gun. Oiah, tiket simaksi via Suwanting yang harus kami bayar adalah sebesar Rp 18.500 (Sabtu, 22 April 2017).
Menuju basecamp Gn. Merbabu |
Mulai Mendaki || Basecamp - Pos 1
Waktu menunjukkan pukul 15.38 sore, itu artinya kami harus segera naik, kalau tidak segera akan sangat sulit mencari tempat "ngecamp" di atas sana. Berhubung kami mendaki dimulai hampir jam empat sore, diperkirakan kami akan tiba di pos dua lebih kurangnya pukul 20.00 malam. Ini kali kedua saya mendaki sore menuju malam setelah terakhir hampir lima tahun lalu saat pendidikan dasar pencinta alam di mana saya merasakan kegiatan mendaki malam untuk mencari tempat istirahat (buka tenda).
Kebetulan saat mulai mendaki, kabut sudah turun. Jadi, jarak pandang kami tidak bisa terlalu jauh. Untuk itu, kami sangat menjaga jarak jalan kami untuk tetap berdeketan agar semuanya terpantau baik.
Nantinya, setelah dari area perkebunan warga di mana jalan masih berupa aspal, teman-teman akan memasuki hutan pinus di mana terdapat pos-1 di sana. Perjalanan dari basecamp menuju pos-1 (Lembah Lempong) tidaklah jauh, hanya memakan waktu 20 s.d. 30 menit saja. Kami tiba di tempat sekitar pukul 16.18 sore. To be honest, saat saya memasuki kawasan ini, udara dingin mulai menghampiri, padahal kami masih di kaki gunung, lho! Oksigen yang saya dapat juga kurang baik, entah mengapa kurang nyaman aja gitu. Entah pernafasan saya yang lagi kurang "oke" atau dingin membuat pernafasan ini kurang bebas menghirup udara sekitar. So far, I can breath, though!
Setelah teman-teman keluar dari Lembah Lempong (pos-1), selanjutnya adalah Lembah Gosong (belum/bukan pos-2). Waktu tempuh saat kami melakukan perjalanan ke Lembah Gosong tersebut sekitar 20 s.d. 25 menit dan kami tiba di tempat pukul 16.51 sore. Perjalanan kami ini super santai, ya! Jadi inysaAllah durasi waktu yang kami berikan bisa dikatakan valid untuk sebuah informasi.
Setelah bertemu dengan Lembah Gosong, teman-teman belum seketika itu juga mendapatkan pos-2, oooohhh, not yet! Saya kira saat itu pos-2 sekitar 1,5 jam lagi, ternyata tidak. Check point berikutnya setelah Lembah Gosong adalah Lembah Cemoro dan Lembah Ngerijan.
Pukul 17.23 sore, kami tiba di Lembah Cemoro. Perjalanan masih sama, hanya memakan waktu lebih kurangnya 30 menit dari check point sebelumnya. Jalan menanjak mulai terasa, tetapi jalur masih dalam keadaan aman, belum terjal dan susah untuk dilalui.
Jam setengah enam sore, kawan! Itu artinya malam akan segera hadir menggantikan siang. Untungnya kami membawa senter dan alat pencahayaan lainnya yang dapat digunakan selama pendakian malam. Perjalanan menuju Lembah Ngerijan seingat saya memakan waktu lebih lama dari check points sebelumnya. Saat maghrib tiba, kami beristirahat sejenak untuk mendengarkan adzan yang mana suara di sekitaran perkampungan di bawah sana berkumandang banyak sekali sehingga kami harus menunggu hingga qomat terakhir selesai. Kami beristirahat sekitar 10 s.d. 15 menit sekalian saya juga shalat maghrib dahulu. Perjalanan dimulai kembali hingga bertemu adzan Isya dan menunggu kembali hingga selesai dengan maksud kita tidak boleh berjalan apabila adzan sedang dikumandangkan.
Jalan yang licin dan terjal dikarenakan jalurnya berupa bebatuan besar serta sudut jalan yang semakin menanjak, membuat kami selalu hati-hati dalam melangkah dan menapakkan kaki. Sesekali tim ada yang hampir terpeleset dan lengah karena jalur memang agak curam, ditambah kami mendaki malam. Lengkap sudah!
Pukul 20.15 malam kami tiba di pos-2 dan segera mencari tempat untuk membuka tenda. Perjalanan tidak bisa dilanjutkan karena kondisi kami sudah lelah dan kedinginan (masih tahap ringan). Lagipula, apabila tetap dilanjutkan ke pos-3, perjalanan ke sana masih sangat jauh. Butuh waktu sekitar 3 s.d. 4 jam lagi untuk sampai di pos-3. Selain itu, semakin dilanjutkannya perjalanan, kemungkinan mendapatkan tempat untuk menenda pastilah kecil. Perjalanan ke atas semakin terlihat miring dan curam. Area datar di atas sana pasti hampir tidak akan ditemukan. Eventually, we decided to build tents here at the second post.
Semalaman di tenda dari jam 9 malam menunggu hingga pagi hari rasanya lama sekali. Itu yang kerap saya rasakan setiap "menginap" di gunung. Terjaga, lalu tidur kembali. Kemudian terjaga dan akhirnya saya memutuskan untuk ngejagain para wanita satu tenda ini. Alhasil, perut minta diisi dan alhamdulillah makanan yang dibuat Bang Gun dan Erik masih tersisa banyak. Jadilah saya makan lagi dan mengemil tempe kering buatan Kak Ucu. Saya gado aja itu tempe!
Initially, Bang Gun asked us to wake up early at about 3 to 4 am to continue our hiking. In fact, we woke up at 5.30 am. We were late! It was okay, though because we felt a fatigue.
Minggu, 23 April 2017 pagi hari pukul 05.30, satu per satu dari kami mulai terdengar suaranya. Tanda bahwa kami sudah puas tidur dan ingin sarapan, haha. Sarapan pagi ini adalah susu, kopi, dan mie instan saja. Simple, ya? Tapi kalau di gunung, yang simple itu bisa jadi luar biasa! Oiah, the first thing when opening a tent's zipper was that I saw a big mount in front of our tent, Mount Merapi.
MasyaAllah! At that time, I felt that I was really amazed by Mt. Merapi. It was indeed close from us. Hopefully, I can travel and hike to that mount haha. Beneran bagus banget, guys, dan suguhan pagi itu bikin saya motret sana-motret sini ambil foto terbaik untuk dijadikan dokumentasi pribadi. After having Mt. Prau's view last year, I had another good view from another mount. Cool!
Setelah sarapan, sekitar pukul 09.15 kami melanjutkan perjalanan menuju pos-3. Jalan yang kami lalui mulai berbeda dari jalur pos-1 menuju pos-2, di sini jalur agak lebih terjal. Kontur tanahnya juga semakin licin dan semakin banyak tanjakan dengan jalan berupa batu-batu besar di mana sebelah kiri jalur adalah jurang, jadi teman-teman harus hati-hati sekali melewati jalur ini.
Setelah kurang lebih empat jam kami melakukan pendakian ke pos-3, kami pun tiba di tempat pukul 13.35 siang. Cuaca dan suhunya masih terbilang baik. Sesekali saat kami di pos-3, hujan ringan (rintik-rintik) datang lalu pergi hingga tiga kali. Kabut pun sesekali datang, lalu pergi. Akhirnya sampai juga di pos 3! Karena masih terbilang siang, kami beristirahat untuk menyiapkan makan siang. Menu makan siang kali ini adalah mie campur telur lalu dikocok plus nasi. Udah! Itu aja! hahahaha, simple lagi, bukan? Kita harus menentukan makanan yang berat namun sederhana, karena kita memperhitungkan sisa bekal yang tersedia. Yakali, kalau diembat semuanya, makan daun dong kami haha!
Setelah kami puas beristirahat plus makan siang, kami tidak bisa berlama-lama di sini karena hari semakin sore dan kami harus melanjutkan perjalanan sekaligus mencari tempat istirahat nge-camp di atas sana (red: setelah pos-3). Masih banyak check point yang harus dilalui setelah pos-3 hingga puncak Kenteng Songo. Okelah, tidak usah membicarakan puncak dulu! Yang terdepan setelah pos-3, teman-teman nantinya akan menemukan sabana-1, sabana-2, sabana-3, dan Puncak Suwanting. Kami berangkat dari pos-3 pukul 15.45 sore. Sepanjang perjalanan di sabana (1, 2, dan 3) yang terlihat hanyalah kabut! There was totally mist everywhere, then you can't see your friend more than 5 up to 6 meters. Mana udara makin dingin ya kan! Kabut pun turun, hari sudah menjelang maghrib, ditambah temperatur yang membuat nafas semakin susah untuk menghirup udara sekitar. Istilah kerennya, "engap-engap"! Mau bernafas tapi oksigen sekitar menipis, jadi yang keambil pun gak total.
Pukul 17.30 sore, kami sampai di Puncak Suwanting. Kebetulan banget, di puncak ini ada tanah datar walau gak begitu luas, hanya cukup 4 s.d. 5 tenda aja. Kami memutuskan untuk menenda di sini karena kalaupun dilanjutkan, pastinya kami belum sampai di Puncak Trianggulasi. Jarak dari Puncak Suwanting ke Trianggulasi sebenarnya gak begitu jauh, dekat sih! Namun, berhubung ini sudah maghrib, kabut semakin tebal dan kilat sudah terlihat di sana-sini, kami lebih baik mengamankan diri dengan menenda di sini. By the way, ini beneran tanah datar! Jadi, we were totally di puncak yang tanahnya datar dan gak ada benda/pepohonan yang lebih tinggi lagi. Adapun, kita harus ke sabana menuju Puncak Trianggulasi. Oiah, saat kami memutuskan untuk menenda di sini (maghrib menuju isya), hanya tenda kami yang terpasang di atas sini. Benar-benar sepi dan tidak lagi ada orang berlalu lalang. Namun, seiring malam, sekitar jam delapan, satu per satu orang berdatangan dengan timnya. Ada yang melanjutkan pendakiannya ke Puncak Trianggulasi, ada yang turun dari atas puncak, dan ada pula yang membuka tenda pada akhirnya seperti kami.
Setelah membuka tenda, membuat masakan malam, shalat, dan berbincang-bincang; satu per satu dari kami pun tertidur. Rencana awal kami akan muncak dini hari sekitar jam 2 (dua) pagi, namun karena udara diluar membuat kami lebih asyik memilih tidur ditenda dan mengulet, kami pun menghiraukan rencana tersebut dan melanjutkan tidur nyenyak kami.
Udara sepanjang malam sangat dingin, sempat hujan ringan (untungnya gak badai), namun setelah hujan berhenti, angin yang lumayan kencang datang menyusul; membuat lapisan tenda agak sedikit terhempas sana-sini, namun tetap stabil. Overall, kami semua yang ada di dalam dan yang ada di atas Puncak Suwanting tidur dengan aman, tidak ada badai sama sekali.
Pagi hari, udara tetap saja dingin beserta angin ringan yang membuat bibir dan wajah kedinginan tak karuan. Untungnya, pemandangan di luar sana sukses membuat saya ingin mengeksplor dan memotret. Dari puncak ini, terlihat Gunung Merapi di sisi selatan yang besar sekali, bahkan tampak sangat jelas guratan-guratan kontur gunungnya. Kemudian di barat gunung ini terbentang Gunung Sumbing, Sindoro, dan Gunung Prau. Ada lagi di depan puncak kami persis (artinya sisi utara), terdapat Gunung Andong, Gunung Telemoyo dan Gunung Ungaran. Di dekat Gunung Ungaran terdapat Danau Rawa Pening yang besar dan sangat terlihat dari atas puncak ini. Kota-kota Boyolali, Salatiga, dan Magelang pun juga kelihatan dari tempat saya berdiri di sini.
Setelah puas memotret pemandangan sekitar dan setelah sarapan pagi, kami pun mengepak semua barang-barang dan membereskan tenda untuk melanjutkan perjalanan kami ke Puncak Trianggulasi dan Puncak Kenteng Songo. Kami start sekitar jam 8 (delapan) pagi dan kami tiba selang setengah jam kemudin di Puncak Trianggulasi, kemudian kami gak berlama-lama di sana karena mengejar waktu untuk turun ke basecamp Wekas. Setengah jam kemudian, kami sampai di Puncak Kenteng Songo dan yaahh, lagi-lagi kami gak lama di atas, cuma foto-foto, nikmati pemandangan, dan menyantap bekal nutrijell dicampur irisan jambu (beuuuhhhh!).
Kurang lebihnya jam 10 (sepuluh) pagi kami terus melanjukan perjalanan turun. Kami akan melewati jalur Wekas yang katanya jalurnya mauuuuut banget haha. Okay, let's see whether it is scary or not. Akhirnya jalanan menuju Wekas atau turun ke bawah sangat enak, beda banget sama jalurnya Suwanting yang bebatuan dan terjal. Jalur ini cuma turun-turun aja dan lebih banyak pijakan berupah tanah daripada bebatuan curam. Jalur Wekas sudah berupa hutan, jadinya lebih safety karena gak ada jurang dikiri-kanan kita. Dari atas menuju Wekas, kita bisa melihat kawah dan belerang-belerang Gn. Merbabu yang menandakan gunung ini sebenarnya memang gunung berapi yang masih aktif. Hanya saja, bau belerangnya tidak begitu tercium sepanjang perjalanan turun.
Oiah, kata Bang Gun, sepanjang perjalanan khususnya saat di hutan (setelah pos 3 Wekas dari atas; bukan lagi ditempat terbuka), dia bilang banyak "mantan" ngeliatin kita semua, cuma kitanya aja yang memang gak peka dan cuek (karena terlalu sibuk mikirin jalur, wanti-wanti terjatuh), juga memang kitanya gak punya dasar untuk melihat si "mantan" hehe.
Selang 6 (enam) jam akhirnya kami tiba di basecamp Wekas dengan kondisi aman dan sehat wal 'afiat. Senang banget semuanya kumpul dalam kondisi baik. Kami langsung meregangkan kaki dan bersender ditembok rumah. Saya pun juga menempelkan kaki ke tembok sambil tiduran. Jadi, posisi kaki di atas agar dari kaki netral kembali setelah berpegal-pegalan sepanjang hari.
Kami semua sepakat memesan telor mata sapi, sayur, dan nasi plus sambal terasi. Sampai-sampai, saya, adek Farisah, dan Kak Yanti memesan mie kuah saking lapernya. Disusul Bang Gun juga ikut memesan, mungkin tergiur haha. Sembari kami makan, yang lain membereskan barang-barang dan mengambil pakaian bersih untuk mengganti pakaian yang dipakai (kotor) dengan membersihkan badan (mandi). Erik yang pertama mandi. Saya watir banget sama udaranya, jadinya males buat mandi. Udaranya ya ampuuun dingin banget. Orang rumah aja pada pakai jaket, kemudian berkumpul di dapur dan mendekat ke tungku nasi untuk menghangatkan badan.
Akhirnya selang semuanya mandi dan melihat mukanya pada segar-segar dan bersih kembali, saya dan Kak Yanti mandi bareng karena sisa kami berdua dan Kak Ria yang belum mandi. Namun, Kak Ria lebih memilih untuk mandi sendiri.
Setelah semuanya berbenah diri, membersihkan dan mengepak barang masing-masing, juga sudah makan sore, Bang Gun memutuskan untuk menelpon travel. Rencana awal, kami tetap ke Jogja untuk pulang dini hari ataupun pagi/siang ke Jakarta naik kereta. Sayangnya, semua tiket kereta sudah habis dan bus malam/dini hari pun juga sudah tidak ada. Finally, kami sepakat untuk menginap di tempat Kakaknya Bang Gun, Mbak Indri (Iin) di Solo hingga besok siang. Jujur, saya senang banget bisa mampir ke Solo. Kali aja kan besok pagi bisa kulineran di sekitar alun-alun, hehe.
Jam 8 (delapan) malam kami berangkat menuju Solo dari Wekas dengan kendaraan travel yang Bang Gun sewa seharga Rp 325.000. Sepanjang jalan daerah Wekas, cuaca sangat baik, dan pemandangan malam hari (sebenarnya gak kelihatan apa-apa, hanya rumah warga dan bentuk Gunung Merbabu yang gelap) yang indah karena di atas sana bertaburan bintang-bintang yang jelas dilihat hanya dengan mata telanjang saya. Masya Allah, sungguh indah banget! Jarang-jarang liat bintang-bintang bertaburan yang banyak dan berkilauan.
Pukul 11.00 malam kami tiba di tempat Mbak Iin dengan selamat. Kami langsung disuguhi ruangan untuk tidur (dan ngobrol). Kebetulan, ruang tengah rumah Mbak Iin dijadikan tempat untuk kami tidur rame-rame; seru juga! Kami disuguhi camilan-camilan dan kue-kue buatan beliau. Saking gak kuatnya kami, sepanjang kami diajak ngobrol dengannya, kami pun satu per satu tidur.
Namun, via Suwanting ini memang berhasil membuat saya terpana. Sabana 1, 2, dan 3 selepas pos 3 indah sekali, membentang luas dan gagah! Rerumputan hijau dan udara yang sejuk dipagi hari serta siang, dan pemandangan sekitar selama di atas 3 (tiga) puncak (Suwanting, Trianggulasi, dan Kenteng Songo) sukses menampilkan keindahannya.
Mobil Travel (Inova Silver) dari Pasar Ampel (Boyolali) ke Magelang: Rp 325.000
Simaksi via Suwanting: Rp 18.500/orang (harga setiap weekend-nya)
Mobil Travel dari Magelang ke Solo: Rp 325.000
Bus Pahala Kencana Eksekutif: Rp 175.000
Foto dulu di depan basecamp sebelum start mendaki |
Nantinya, setelah dari area perkebunan warga di mana jalan masih berupa aspal, teman-teman akan memasuki hutan pinus di mana terdapat pos-1 di sana. Perjalanan dari basecamp menuju pos-1 (Lembah Lempong) tidaklah jauh, hanya memakan waktu 20 s.d. 30 menit saja. Kami tiba di tempat sekitar pukul 16.18 sore. To be honest, saat saya memasuki kawasan ini, udara dingin mulai menghampiri, padahal kami masih di kaki gunung, lho! Oksigen yang saya dapat juga kurang baik, entah mengapa kurang nyaman aja gitu. Entah pernafasan saya yang lagi kurang "oke" atau dingin membuat pernafasan ini kurang bebas menghirup udara sekitar. So far, I can breath, though!
Memasuki daerah hutan pinus |
Pos-1 Lembah Lempong |
Erik was at Lembah Gosong |
Pukul 17.23 sore, kami tiba di Lembah Cemoro. Perjalanan masih sama, hanya memakan waktu lebih kurangnya 30 menit dari check point sebelumnya. Jalan menanjak mulai terasa, tetapi jalur masih dalam keadaan aman, belum terjal dan susah untuk dilalui.
Check point at Lembah Cemoro |
Jalan yang licin dan terjal dikarenakan jalurnya berupa bebatuan besar serta sudut jalan yang semakin menanjak, membuat kami selalu hati-hati dalam melangkah dan menapakkan kaki. Sesekali tim ada yang hampir terpeleset dan lengah karena jalur memang agak curam, ditambah kami mendaki malam. Lengkap sudah!
Pukul 20.15 malam kami tiba di pos-2 dan segera mencari tempat untuk membuka tenda. Perjalanan tidak bisa dilanjutkan karena kondisi kami sudah lelah dan kedinginan (masih tahap ringan). Lagipula, apabila tetap dilanjutkan ke pos-3, perjalanan ke sana masih sangat jauh. Butuh waktu sekitar 3 s.d. 4 jam lagi untuk sampai di pos-3. Selain itu, semakin dilanjutkannya perjalanan, kemungkinan mendapatkan tempat untuk menenda pastilah kecil. Perjalanan ke atas semakin terlihat miring dan curam. Area datar di atas sana pasti hampir tidak akan ditemukan. Eventually, we decided to build tents here at the second post.
* * *
Semalaman di tenda dari jam 9 malam menunggu hingga pagi hari rasanya lama sekali. Itu yang kerap saya rasakan setiap "menginap" di gunung. Terjaga, lalu tidur kembali. Kemudian terjaga dan akhirnya saya memutuskan untuk ngejagain para wanita satu tenda ini. Alhasil, perut minta diisi dan alhamdulillah makanan yang dibuat Bang Gun dan Erik masih tersisa banyak. Jadilah saya makan lagi dan mengemil tempe kering buatan Kak Ucu. Saya gado aja itu tempe!
Initially, Bang Gun asked us to wake up early at about 3 to 4 am to continue our hiking. In fact, we woke up at 5.30 am. We were late! It was okay, though because we felt a fatigue.
Minggu, 23 April 2017 pagi hari pukul 05.30, satu per satu dari kami mulai terdengar suaranya. Tanda bahwa kami sudah puas tidur dan ingin sarapan, haha. Sarapan pagi ini adalah susu, kopi, dan mie instan saja. Simple, ya? Tapi kalau di gunung, yang simple itu bisa jadi luar biasa! Oiah, the first thing when opening a tent's zipper was that I saw a big mount in front of our tent, Mount Merapi.
Nenda di Pos-2 dengan latar belakang Gn. Merapi |
Setelah sarapan, sekitar pukul 09.15 kami melanjutkan perjalanan menuju pos-3. Jalan yang kami lalui mulai berbeda dari jalur pos-1 menuju pos-2, di sini jalur agak lebih terjal. Kontur tanahnya juga semakin licin dan semakin banyak tanjakan dengan jalan berupa batu-batu besar di mana sebelah kiri jalur adalah jurang, jadi teman-teman harus hati-hati sekali melewati jalur ini.
Menuju pos-3 Merbabu |
Sedang mempersiapkan makan siang di pos 3 |
Pukul 17.30 sore, kami sampai di Puncak Suwanting. Kebetulan banget, di puncak ini ada tanah datar walau gak begitu luas, hanya cukup 4 s.d. 5 tenda aja. Kami memutuskan untuk menenda di sini karena kalaupun dilanjutkan, pastinya kami belum sampai di Puncak Trianggulasi. Jarak dari Puncak Suwanting ke Trianggulasi sebenarnya gak begitu jauh, dekat sih! Namun, berhubung ini sudah maghrib, kabut semakin tebal dan kilat sudah terlihat di sana-sini, kami lebih baik mengamankan diri dengan menenda di sini. By the way, ini beneran tanah datar! Jadi, we were totally di puncak yang tanahnya datar dan gak ada benda/pepohonan yang lebih tinggi lagi. Adapun, kita harus ke sabana menuju Puncak Trianggulasi. Oiah, saat kami memutuskan untuk menenda di sini (maghrib menuju isya), hanya tenda kami yang terpasang di atas sini. Benar-benar sepi dan tidak lagi ada orang berlalu lalang. Namun, seiring malam, sekitar jam delapan, satu per satu orang berdatangan dengan timnya. Ada yang melanjutkan pendakiannya ke Puncak Trianggulasi, ada yang turun dari atas puncak, dan ada pula yang membuka tenda pada akhirnya seperti kami.
Tiba di Puncak Suwanting |
Udara sepanjang malam sangat dingin, sempat hujan ringan (untungnya gak badai), namun setelah hujan berhenti, angin yang lumayan kencang datang menyusul; membuat lapisan tenda agak sedikit terhempas sana-sini, namun tetap stabil. Overall, kami semua yang ada di dalam dan yang ada di atas Puncak Suwanting tidur dengan aman, tidak ada badai sama sekali.
Pagi hari, udara tetap saja dingin beserta angin ringan yang membuat bibir dan wajah kedinginan tak karuan. Untungnya, pemandangan di luar sana sukses membuat saya ingin mengeksplor dan memotret. Dari puncak ini, terlihat Gunung Merapi di sisi selatan yang besar sekali, bahkan tampak sangat jelas guratan-guratan kontur gunungnya. Kemudian di barat gunung ini terbentang Gunung Sumbing, Sindoro, dan Gunung Prau. Ada lagi di depan puncak kami persis (artinya sisi utara), terdapat Gunung Andong, Gunung Telemoyo dan Gunung Ungaran. Di dekat Gunung Ungaran terdapat Danau Rawa Pening yang besar dan sangat terlihat dari atas puncak ini. Kota-kota Boyolali, Salatiga, dan Magelang pun juga kelihatan dari tempat saya berdiri di sini.
Gn. Merapi di sebelah selatan Gn. Merbabu |
Gn. Ungaran (paling belakang), Gn. Telemoyo (depan saya persis), Gn. Andong (kiri saya yg terpotong), dan Danau Rawa Pening beserta kota Magelang dan Salatiga |
In Frame: Erik (Difoto oleh: Farah). Foto ini diambil saat kami sedang pendakian menuju Puncak Trianggulasi, dengan latar belakang Gn. Andong, Gn. Sindoro, Gn. Sumbing, dan Gn. Prau |
Setelah puas memotret pemandangan sekitar dan setelah sarapan pagi, kami pun mengepak semua barang-barang dan membereskan tenda untuk melanjutkan perjalanan kami ke Puncak Trianggulasi dan Puncak Kenteng Songo. Kami start sekitar jam 8 (delapan) pagi dan kami tiba selang setengah jam kemudin di Puncak Trianggulasi, kemudian kami gak berlama-lama di sana karena mengejar waktu untuk turun ke basecamp Wekas. Setengah jam kemudian, kami sampai di Puncak Kenteng Songo dan yaahh, lagi-lagi kami gak lama di atas, cuma foto-foto, nikmati pemandangan, dan menyantap bekal nutrijell dicampur irisan jambu (beuuuhhhh!).
Puncak Trianggulasi (3.142 mdpl) |
Oiah, kata Bang Gun, sepanjang perjalanan khususnya saat di hutan (setelah pos 3 Wekas dari atas; bukan lagi ditempat terbuka), dia bilang banyak "mantan" ngeliatin kita semua, cuma kitanya aja yang memang gak peka dan cuek (karena terlalu sibuk mikirin jalur, wanti-wanti terjatuh), juga memang kitanya gak punya dasar untuk melihat si "mantan" hehe.
Selang 6 (enam) jam akhirnya kami tiba di basecamp Wekas dengan kondisi aman dan sehat wal 'afiat. Senang banget semuanya kumpul dalam kondisi baik. Kami langsung meregangkan kaki dan bersender ditembok rumah. Saya pun juga menempelkan kaki ke tembok sambil tiduran. Jadi, posisi kaki di atas agar dari kaki netral kembali setelah berpegal-pegalan sepanjang hari.
Kami semua sepakat memesan telor mata sapi, sayur, dan nasi plus sambal terasi. Sampai-sampai, saya, adek Farisah, dan Kak Yanti memesan mie kuah saking lapernya. Disusul Bang Gun juga ikut memesan, mungkin tergiur haha. Sembari kami makan, yang lain membereskan barang-barang dan mengambil pakaian bersih untuk mengganti pakaian yang dipakai (kotor) dengan membersihkan badan (mandi). Erik yang pertama mandi. Saya watir banget sama udaranya, jadinya males buat mandi. Udaranya ya ampuuun dingin banget. Orang rumah aja pada pakai jaket, kemudian berkumpul di dapur dan mendekat ke tungku nasi untuk menghangatkan badan.
Akhirnya selang semuanya mandi dan melihat mukanya pada segar-segar dan bersih kembali, saya dan Kak Yanti mandi bareng karena sisa kami berdua dan Kak Ria yang belum mandi. Namun, Kak Ria lebih memilih untuk mandi sendiri.
Setelah semuanya berbenah diri, membersihkan dan mengepak barang masing-masing, juga sudah makan sore, Bang Gun memutuskan untuk menelpon travel. Rencana awal, kami tetap ke Jogja untuk pulang dini hari ataupun pagi/siang ke Jakarta naik kereta. Sayangnya, semua tiket kereta sudah habis dan bus malam/dini hari pun juga sudah tidak ada. Finally, kami sepakat untuk menginap di tempat Kakaknya Bang Gun, Mbak Indri (Iin) di Solo hingga besok siang. Jujur, saya senang banget bisa mampir ke Solo. Kali aja kan besok pagi bisa kulineran di sekitar alun-alun, hehe.
Jam 8 (delapan) malam kami berangkat menuju Solo dari Wekas dengan kendaraan travel yang Bang Gun sewa seharga Rp 325.000. Sepanjang jalan daerah Wekas, cuaca sangat baik, dan pemandangan malam hari (sebenarnya gak kelihatan apa-apa, hanya rumah warga dan bentuk Gunung Merbabu yang gelap) yang indah karena di atas sana bertaburan bintang-bintang yang jelas dilihat hanya dengan mata telanjang saya. Masya Allah, sungguh indah banget! Jarang-jarang liat bintang-bintang bertaburan yang banyak dan berkilauan.
Pukul 11.00 malam kami tiba di tempat Mbak Iin dengan selamat. Kami langsung disuguhi ruangan untuk tidur (dan ngobrol). Kebetulan, ruang tengah rumah Mbak Iin dijadikan tempat untuk kami tidur rame-rame; seru juga! Kami disuguhi camilan-camilan dan kue-kue buatan beliau. Saking gak kuatnya kami, sepanjang kami diajak ngobrol dengannya, kami pun satu per satu tidur.
* * *
Pagi-pagi sekali kami bangun, bergegas untuk mengambil air wudhu untuk kemudian shalat subuh. Pagi hari jam 8, Farisah, Kak Ria, Mbak Iin, dan Kak Yanti pergi sebentar untuk membeli sarapan pagi. Gak lama, mereka pun datang membawakan makanan berupa nasi liwet yang mantap, dengan beberapa gorengan juga. Waaaahh, sudah lama kami gak makan beramai-ramai di rumah layaknya keluarga sungguhan!
Semakin siang, Mbak Iin kembali memasak hidangan untuk kami, makan siang berupa ayam rica-rica tanpa mecin dan bubuhan royko katanya. Memang, sih, terasa sekali kalau makanan tanpa penyedap. Tapi, bukankah itu bagus, ya!? Mbak Iin ini pandai sekali memasak. Aku suka masakan rumah beliau. Oiah, Mbak Iin juga mempunyai bisnis rumahan berupa berjualan kue-kue kecil dan camilan-camilan, lho! Harus dicoba aahh kapan-kapan kalau main ke tempat beliau.
Akhirnya kami pulang juga menuju Jakarta siang ini. Kami berangkat dari rumah Mbak Iin sekitar jam 1 (satu), dan bus dijadwalkan berangkat pukul 13.30 siang ini. Kami menggunakan bus Pahala Kencana (eksekutif) dari Solo. Review sedikit tentang bus ini, busnya bagus banget! Besar dan bersih. Entah kenapa sepanjang perjalanan dari Solo menuju Jakarta, hanya ada gak lebih dari 15 (lima belas) penumpang saja. Jadilah, kami semua penumpang yang ada disitu bebas memakai kursi-kursi menjadi kursi pribadi, haha.
Kurang lebihnya jam 2 (dua) dini hari kami tiba di sekitaran Pondok Pinang (tepatnya di perempatan arah ke Fedex). Dari situ, saya dan adek Farisah melanjutkan perjalanan pulang ke rumah dengan menggunakan Grab Car. Sungguh perjalanan yang menyenangkan walau melelahkan. Hujan lebat yang mengguyur Jakarta dini hari itu tak membuat saya dan Farisah merasa kesal, malah tetap semangat. Sungguh saya harus istirahat 3 jam sebelum akhirnya saya harus lanjut bekerja pagi harinya.
* * *
Review Mengenai Gn. Merbabu via Suwanting
Perjalanan ke Merbabu via Suwanting ini bisa dikatakan track-nya cukup melelahkan dan kontur jalurnya berupa tanah yang licin dan bebatuan yang besar-besar. Jalurnya sendiri bisa dibilang terjal, juga disertai jurang dikiri-kanannya. Gak heran selepas pos 2 menuju pos 3, banyak tali webbing yang dipasang untuk membantu kita naik, di mana setiap adanya webbing, itu berarti tanah atau jalurnya berupa batuan yang susah untuk dilewati/curam.Namun, via Suwanting ini memang berhasil membuat saya terpana. Sabana 1, 2, dan 3 selepas pos 3 indah sekali, membentang luas dan gagah! Rerumputan hijau dan udara yang sejuk dipagi hari serta siang, dan pemandangan sekitar selama di atas 3 (tiga) puncak (Suwanting, Trianggulasi, dan Kenteng Songo) sukses menampilkan keindahannya.
Biaya Transportasi + Simaksi
Bus Langsung Jaya (Lebak Bulus): Rp 175.000Mobil Travel (Inova Silver) dari Pasar Ampel (Boyolali) ke Magelang: Rp 325.000
Simaksi via Suwanting: Rp 18.500/orang (harga setiap weekend-nya)
Mobil Travel dari Magelang ke Solo: Rp 325.000
Bus Pahala Kencana Eksekutif: Rp 175.000
Gunung Rinjani dan Gunung Semeru
Klik >>> (Pendakian Gunung Rinjani 2017)
YouTube Video "Gunung Merbabu 2017"
* * *
2 comments
Halo mba..boleh minta CP Mobil Travel ke BC suwanting? thanks..
ReplyDeleteHallo Mbak Tania, ini nomornya yaa 085728657300 atas nama Mas Oka.
ReplyDelete