Gunung Semeru via Ranupani || Hallo, Jonggring Saloko! (#3)
Gunung Semeru #part3
(Cerita sebelumnya di #part2 Gunung Semeru) <<< Klik!
Abu vulkanik yang keluar dari kawah Jonggring Saloko |
* * *
Kalimati
Udara dini hari di dalam tenda tidak sedingin tadi malam di Ranu Kumbolo. Cukup hangat untuk melakukan kegiatan berbenah diri dan membereskan seisi tenda karena sebentar lagi kami akan summit attack. Semua barang-barang yang akan saya bawa sudah saya masukkan ke dalam tas summit Quechua kuning 10 L, yang berisi:- Kamera mirrorless Olympus + Lensa otomatis M. Zuiko 14-42mm;
- Handphone;
- Botol minum 850 L (free BPA);
- Senter (sebagai cadangan headlamp);
- Camilan cokelat (snickers dan choki-choki) dan fitbar;
- Pocari Sweat kemasan sachet;
- Madu Rasa;
- Tolak Angin;
- Permen Foxs (yang banyak); dan
- Lip Tint Tony Moly (teteeeeuup!).
- Mungkin dilain waktu, tas Quechua 10 L akan saya review, by the way.
Waktu menunjukkan jam setengah 1 (satu) dini hari, dan kami pun mulai keluar menuju arah puncak. Saat itu, para pendaki lainnya pun banyak yang sudah keluar dari tenda mereka masing-masing dan mulai membentuk barisan yang kemudian menyatu untuk ikut berbaris dibelakang tim yang lain (yang bukan dari tim mereka).
Berjalan di tengah hutan dini hari seperti saat itu, udara dingin dan oksigen menipis membuat saya yang baru saja mulai menuju batas vegetasi dari Kalimati terengap-engap untuk bernapas. Oksigen lebih banyak diambil oleh tumbuhan. Yap, tumbuhan-tumbuhan melakukan respirasi (bernapas yang memerlukan oksigen) pada malam hari. Sementara sebaliknya, mereka di siang hari ber- fotosintesis (menghasilkan oksigen).
Selang 1,5 jam melakukan pendakian, kami pun tiba dibatas vegetasi. Seperti yang diinformasikan (di sini) saat briefing bahwa kami menuju puncak sudah tidak lagi melewati jalur Arcopodo, namun melewati jalur baru yang mana nanti berujung pada batas vegetasi juga. Ya, saya kira dari Kalimati ke batas vegetasi itu jaraknya dekat, ternyata lumayan jauh dan menanjak sekali. Keadaan yang gelap ini menjadikan kami tidak terlalu merasakan bahwa jalurnya terjal dan menanjak.
Jumlah para pendaki yang datang di peak season seperti ini sangat banyak. Saya yang awalnya berekspektasi kalau nanti di jalur berpasir akan sepi akan para manusia, ternyata GAKKKK sama sekali!! Jalur ini hidup seakan banyak kunang-kunang yang hinggap. Cahaya headlamp/senter yang seperti ikut mengantri dari area Kalimati hingga area batas vegetasi ini, bisa saya lihat dari atas sini. Ikut mengantri? Iyaaa, maksudnya manusianya menggunakan headlamp/senter. Beneran RUAMMMEEEEE banget, lho! Bawaannya happy dan gak takut karena banyak orang di sini. Bukan banyak lagi, udah kayak teri punggungan Gunung Semeru ini haha.
Selang 1,5 jam melakukan pendakian, kami pun tiba dibatas vegetasi. Seperti yang diinformasikan (di sini) saat briefing bahwa kami menuju puncak sudah tidak lagi melewati jalur Arcopodo, namun melewati jalur baru yang mana nanti berujung pada batas vegetasi juga. Ya, saya kira dari Kalimati ke batas vegetasi itu jaraknya dekat, ternyata lumayan jauh dan menanjak sekali. Keadaan yang gelap ini menjadikan kami tidak terlalu merasakan bahwa jalurnya terjal dan menanjak.
Jumlah para pendaki yang datang di peak season seperti ini sangat banyak. Saya yang awalnya berekspektasi kalau nanti di jalur berpasir akan sepi akan para manusia, ternyata GAKKKK sama sekali!! Jalur ini hidup seakan banyak kunang-kunang yang hinggap. Cahaya headlamp/senter yang seperti ikut mengantri dari area Kalimati hingga area batas vegetasi ini, bisa saya lihat dari atas sini. Ikut mengantri? Iyaaa, maksudnya manusianya menggunakan headlamp/senter. Beneran RUAMMMEEEEE banget, lho! Bawaannya happy dan gak takut karena banyak orang di sini. Bukan banyak lagi, udah kayak teri punggungan Gunung Semeru ini haha.
* * *
Batas Vegetasi dan Jalur Berpasir
Memasuki jalur berpasir dari hutan-hutan setelah Kalimati, kita akan disudahi oleh suatu perbatasan yang dinamakan "batas vegetasi". Jadi, setelah batas vegetasi, semua area/track-nya berupa batu berpasir. Jalur akan semakin curam dikarenakan kemiringannya sekitar 70°, dan dipenuhi dengan bebatuan mulai dari kerikil hingga yang teramat BESAAAARRR. Nah, nanti apabila teman-teman ingin beristirahat di jalur berpasir, sebisa mungkin duduk di tempat yang aman. Aman dari bongkahan-bongkahan batu yang berkemungkinan bisa jatuh. Pengalaman saya saat itu, saya dan para pendaki lainnya, beristirahat dibalik batuan yang super JUMBOOOO, yang sekiranya kokoh dan gak akan jatuh.
Dari yang Bersama-sama, jadi Terpisah
Awal mula menanjak dari Kalimati, kami berempat selalu berbaris berurutan, kemudian beristirahat bersama-sama, dan jalan bersama-sama pula. Sepanjang perjalanan sudah seperti di Ibu Kota... Macet! Iya, jalanan di gunung juga bisa padat merayap haha. Kami masih terus bersama-sama hingga sedikit diatasnya batas vegetasi (sudah dijalur berpasir). Dikarenakan kondisi kami yang berbeda-beda dan manusia yang super banyak, kami sudah tidak bisa berbaris rapih seperti anak itik dengan induknya. Alhasil, terpencarlah kami menuju puncak Mahameru.
Ingat sekali posisi terakhir kami saat istirahat dengan Anis paling atas, Rio dan Sur di bawah saya. Saya yang tidak bisa beristirahat lama-lama (karena bisa kedinginan kalau terlalu lama duduk/ngaso-ngaso), memutuskan untuk melanjutkan perjalanan lebih dulu dengan maksud toh nanti para pria dan Anis pasti akan menyusul saya. Sebenarnya, dari awal pendakian, saya memang terkadang menjadi sweeper/jalan paling akhir. Kadang, dari jarak saya yang paling belakang ke mereka itu cukup jauh. Namun tenang, masih terjangkau oleh mata kok! Nah, walau kadang jadi sweeper, saya tetap gak betah istirahat lama-lama, dan jalan duluan ketika mereka beristirahat. Begitu cara saya hehe.
Saya pikir dengan saya jalan terlebih dahulu disaat mereka beristirahat, saya gak akan punya jarak yang jauh dengan mereka. Ternyata, saat saya berjalan, terlalu nyaman dengan kesendirian jalan sendiri dan fokus pada jalur serta suhu yang mengganggu ini, saya telah berada jauh dari tempat terakhir saya bersama mereka. Jauh! Jauuuuuuhh sekali! Kalau dekat setidaknya masih terlihat (iya, terlihat! Karena terang selama perjalanan (baca: banyak headlamp), jadi para pendaki bisa mengenali di mana-mana sajakah teman-temannya. Tetapi, tidak dengan saya. Saya berkali-kali memastikan keberadaan mereka dengan menengok ke bawah, kemudian ke sekeliling saya, dan ternyata tidak ada satu pun dari mereka bertiga. Waaaaww, jauh juga yaa saya!
Saya ingat sekali, ditengah perjalanan saya bertanya kepada seorang pemuda kisaran umur 27. Saya menanyakan pukul berapakah dan berapa ketinggian yang kita pijaki. Dia bilang, saat itu sudah jam setengah empat subuh dengan ketinggian 3.200 mdpl. Sungguh, saya terharu! Saya sudah berjalan dan mendaki hingga diketinggian 3.200 mdpl. InsyaAllah, 400 meter lagi saya berada di Mahameru. Fiuuuhh, benar-benar terharu bahwa saya sudah bisa melewati ketinggian puncak terakhir yang saya datangi April lalu, Merbabu (3.142 mdpl), dan saya telah berada di 3.200 mdpl, YEAAYY!!
Mata saya masih memperhatikan keadaan sekitar. Mungkin saja teman-teman saya sudah lebih dekat jaraknya. Namun, masihlah belum terlihat batang hidung mereka. Sungguh jauh sekali mereka di bawah sana. Padahal, tempo berjalan saya normal, apalagi ini mendaki di area berpasir, pasti sulit untuk melangkah.
Di tengah-tengah istirahat kala itu, saya melihat Anis tetiba ada tidak jauh di bawah sana. Selang beberapa menit, jarak Anis lebih dekat daripada sebelumnya. Saya pun sontak memanggilnya untuk duduk dulu bersama saya dan dia menyadari bahwa itu saya dan diapun melangkah ke arah saya sambil memegang sesuatu ditangannya. Oiah, Anis summit attack tidak membawa tas kecil dipunggungnya. Dia hanya membawa diri tanpa apapun dibadannya karena semua bekal ada di tas yang dipakai Sur. Namun, tunggu! Apa itu yang digenggamnya? Ketika dia sampai di depan saya, kalimat pertama yang dikeluarkannya adalah "Kak, tas Kakak masih muat gak? Aku mau naruh sampah botol ini ke dalam tas Kakak." Oooohh, jadi itu botol plastik kecil ukuran 350 ml, toh! Singkat cerita, ternyata Anis pun melangkah sendirian juga tanpa Sur dan Rio. Diperjalanan, dia haus dan tidak membawa minum. Jadilah, ada seorang Mas-mas memberikan minuman botol plastiknya kepada Anis untuk Anis bawa selama summit. Ternyata Anis strong dan hebat juga! Survive dengan hanya mengandalkan botol ukuran 350 ml dalam keadaan lelah seperti itu. Akhirnya, kami pun beristirahat berdua dan saya memberinya cokelat batang snickers untuk dia makan. Pasti lapar, ya!
Setelah beristirahat, kami berdua beranjak untuk melanjutkan pendakian, walau ujung-ujungnya kami terpisah kembali. Anis berada lebih dulu daripada saya karena saya selalu berkutat pada kamera untuk menangkap objek yang bagus pagi itu.
Mata saya masih memperhatikan keadaan sekitar. Mungkin saja teman-teman saya sudah lebih dekat jaraknya. Namun, masihlah belum terlihat batang hidung mereka. Sungguh jauh sekali mereka di bawah sana. Padahal, tempo berjalan saya normal, apalagi ini mendaki di area berpasir, pasti sulit untuk melangkah.
Di tengah-tengah istirahat kala itu, saya melihat Anis tetiba ada tidak jauh di bawah sana. Selang beberapa menit, jarak Anis lebih dekat daripada sebelumnya. Saya pun sontak memanggilnya untuk duduk dulu bersama saya dan dia menyadari bahwa itu saya dan diapun melangkah ke arah saya sambil memegang sesuatu ditangannya. Oiah, Anis summit attack tidak membawa tas kecil dipunggungnya. Dia hanya membawa diri tanpa apapun dibadannya karena semua bekal ada di tas yang dipakai Sur. Namun, tunggu! Apa itu yang digenggamnya? Ketika dia sampai di depan saya, kalimat pertama yang dikeluarkannya adalah "Kak, tas Kakak masih muat gak? Aku mau naruh sampah botol ini ke dalam tas Kakak." Oooohh, jadi itu botol plastik kecil ukuran 350 ml, toh! Singkat cerita, ternyata Anis pun melangkah sendirian juga tanpa Sur dan Rio. Diperjalanan, dia haus dan tidak membawa minum. Jadilah, ada seorang Mas-mas memberikan minuman botol plastiknya kepada Anis untuk Anis bawa selama summit. Ternyata Anis strong dan hebat juga! Survive dengan hanya mengandalkan botol ukuran 350 ml dalam keadaan lelah seperti itu. Akhirnya, kami pun beristirahat berdua dan saya memberinya cokelat batang snickers untuk dia makan. Pasti lapar, ya!
Setelah beristirahat, kami berdua beranjak untuk melanjutkan pendakian, walau ujung-ujungnya kami terpisah kembali. Anis berada lebih dulu daripada saya karena saya selalu berkutat pada kamera untuk menangkap objek yang bagus pagi itu.
Belajar Mandiri saat Berjalan Sendirian
Saya punya pengalaman memuncak ke Mahameru yang bisa dibilang pada akhirnya saya berjalan sendirian tanpa teman-teman. Entah mereka juga sendiri-sendiri/mencar atau mereka masih bertiga. Banyak yang bertanya ke saya, "Mbaknya naik sendirian?", "Sendirian aja? Teman-temannya mana?", "Lho, muncak sendirian toh?" yaaa kurang lebih seperti itu. Tapi kalau dipikir-pikir, yaa pada akhirnya saya memang berjalan sendirian sih. Benar-benar sendirian! Mau istirahat, duduknya sendirian (walau banyak orang), jalan sendirian, ngerasain semuanya sendirian, pintar-pintar cari pijakan sendirian, mengeluh dan berkonsentrasi sendiri. Gak mungkin kan kalau saya bilang capek/sakit ke orang belakang, depan, kiri, dan kanan. Yang ada nanti "Laahh, siapa elu, gue juga capek!" haha. Paling gak, kalau bilang capek ke teman sendiri, pasti setidaknya ada yang menemani untuk beristirahat dan lebih aman. Namun, saya bersyukur dan malah senang luar biasa bahwa saya bisa, dan belajar mandiri. Harus bisa untuk menyelamatkan diri ini dan melihat keadaan jikalau ada batu yang jatuh.
Disangka "Mas-mas" (Lelaki)
Selama mendaki, banyak sambutan-sambutan/sapaan-sapaan yang membuat saya ingin tertawa kecil. Pasalnya, saya selalu disapa "Mas", contoh: "Duluan, Mas!", "Istirahat dulu, Mas!", "Iya, Mas, silahkan!" dan sebagainya. Pada akhirnya saya tahu mengapa mereka semua tidak menyebut kata "Mbak" dan sebaliknya "Mas", karena tubuh ini dari kepala hingga ujung kaki memang tertutup. Muka saya saja memang saya tutupi buff dan kerudung ini saya tutupi hoodie-nya jaket. Jadi, mana mungkin orang lain bisa mengetahui saya ini perempuan, semantara penampilan saya ini sempurna layaknya seorang lelaki haha.
Detik-detik Matahari Terbit
Diujung sana sudah terlihat garis horizon yang sedikit demi sedikit warnanya berubah semakin terang. Ya, subuh sesaat lagi akan digantikan oleh pagi, dan matahari sebentar lagi akan terbit. Sesekali saya menengok ke garis horizon tersebut, memastikan bahwa mataharinya belum muncul. Sembari menengok-nengok, saya juga sedang mencari tempat beristirahat yang tepat untuk mengambil sunrise agar kalau ada apa-apa, diri ini selamat dari bongkahan batu besar. Saya terus melangkah, hingga akhirnya saya menemukan spot untuk duduk dan mengambil foto matahari terbit, juga mengambil foto keadaan sekitar. Keadaan yang awalnya gelap, lama-lama makin terang, dan wajah-wajah para pendaki semakin terlihat.
Bagus yaaa! Nah, foto-foto di atas adalah keadaan di area berpasir dari matahari belum muncul, sedang muncul, sampai matahari sudah naik untuk menyinari sekitaran Gunung Semeru haha. Sedikit review, saya memotret semua objek dari awal ke TNBTS sampai pulang lagi memakai Mirrorless Olympus PEN Mini E-PM2. Hasilnya, puas banget! Dari sini, bakat memotret saya kembali keluar karena sebelumnya sempat off dalam hal jepret-menjepret hehe.
Pagi hari sekitar jam setengah 7 (tujuh), saya pun kembali beristirahat untuk membuka beberapa permen dan tolak angin untuk jaga-jaga supaya tidak masuk angin, karena sungguh, suhunya dingin sekali. Bahkan untuk membuka sarung tangan saat ingin memotret saja, tangan ini kedinginan. Saya mencari tempat duduk dengan batu besar sebagai senderan saya. Saat beristirahat, saya melihat Sur dan Rio melangkah dengan sekuat tenaga mereka (haha LEBAYYYY!). Dengan sedikit kode keberadaan saya, mereka pun melihat saya duduk di atas sini. Saya menunggu mereka di batu ini hingga mereka tiba.
Ketika mereka sampai di sini bersama saya, mereka istirahat sebentar tanpa duduk, hanya menghirup udara dan kembali melanjutkan perjalanan. Saya masih berleha-leha menikmati pemandangan Gunung Semeru serta keadaan TNBTS dan kaldera Tengger dari atas sini. Ada Gunung Batok dan Gunung Bromo yang mengeluarkan abu vulkanik tipisnya di ujung sana. Oke, akhirnya saya memutuskan untuk mendaki kembali dan kali ini posisi saya paling belakang karena tiga teman saya sudah berjalan lebih dulu.
Waktu sudah menunjukkan lebih dari jam 8 (delapan) pagi, dan saya belum juga tiba di Mahameru. Sebenarnya, jaraknya sungguh tinggal sedikiiiiiiiiit lagi. Beneran tinggal dikit lagi untuk memijaki Mahameru. Sebelum sampai di Mahameru, dari bawah sini terlihat 2 (dua) buah BATU YANG AMAAAATTT BESARRR sebagai jalur masuk (ibaratnya seperti gapura) ke Mahameru. Saya haruslah melewati batu besar itu. Batu itu sebenarnya gak jauh dari saya. Namun, karena saya sudah bosan kok tidak sampai-sampai, saya memutuskan untuk sedikit bersantai kembali, toh di bawah saya masih banyak pendaki.
Ayooo, Gunakan Trekking Poles, Guys!
Saya sempat terharu, lho saat memandang 2 (dua) buah batu tersebut! Sempat nangis/menitikkan air mata karena tidak nyangka aja kalau saya akhirnya bisa melakukan pendakian dan memijaki area berpasir ini yang kata orang susahnya setengah mati. Iya memang, jauh lebih susah daripada melangkah normal. Tapi, kalau dibilang setengah mati, rasanya terlalu hyperbola yaa alias berlebihan. Bukannya saya gegabah! Tetapi, 2 (dua) buah trekking poles ini sungguh membantu saya memudahkan langkah saya. Gimana tidak, untuk melangkah saja, nafas saya terengap-engap dikarenakan oksigen kian menipis dan suhu semakin dingin. Jadi, buat teman-teman, lebih baik menggunakan tongkat daripada harus merangkak-rangkak memegang batu/pasir sebagai pegangan kalian. Itu malah justru beresiko tinggi, jikalau pasir/batunya jatuh.
* * *
SUMMIT ATTACK di MAHAMERU!
Dua buah batu besar tadi akhirnya berhasil saya lewati, dan kali ini saya harus berjalan beberapa langkah untuk sampai ke puncak Mahameru. Daaaaannnn.... Yes! I eventually arrived at the top of Mt. Semeru, yeaaaayy! Saat saya tiba, tahukah siapa yang menyambut saya dengan gembira? Iya, yang menyambut saya yang gembira, saya malah terharu karena semuanya sudah campur aduk. Yap, mereka adalah para pendaki yang saya jumpai dan sempat mengobrol ringan di jalur berpasir di bawah sana. Mereka mengucapkan selamat dan bertepuk tangandengan wajah ikut senang. "Ayooo Mbak sedikit lagi, ayooo! Yeeeeaayy, selamat yaa Mbak, akhirnya sudah di puncak!" .... "Selamat Mbak, akhirnya sampai yaa!" ... dan ucapan-ucapan selamat lainnya. Kemudian disusul dengan ajakan beristirahat, "Duduk dulu Mbak, istirahat! Minum dulu Mbak ini (sambil memberikan sebuah botol minum)!". Sesaat setelah kaki pertama saya menapaki puncak Mahameru, saya memilih untuk beristirahat bersama mereka terlebih dahulu sembari mengobrol dengan obrolan-obrolan ringan ala pendaki. Yappp, seperti asal dari mana, sudah berapa kali ke Semeru, sudah naik gunung mana saja, kuliah/SMA/kerja, dan sebagainya.
Angin berhembus sejuk dan semeriwiiiing di sini. Saya duduk bersantai dan menikmati pemandangan dengan melihat-lihat sekitaran Gunung Semeru sambil bersyukur campur SENANG, BAHAGIA, dan TERHARU. Sungguh indah kuasa Allah SWT! Bagus bener, yaakk!
Setelah berbincang-bincang walau gak sampai 5 menit, saya beranjak dan langsung pergi ke arah teman-teman saya yang sedang duduk selonjor menikmati pemandangan juga. Saat saya sampai, mereka juga mengucapkan selamat dan mengangkat tangan untuk tos satu sama lain. Akhirnya kami berempat alhamdulillah tiba dengan selamat. Kami beristirahat sejenak sambil mengobrol-ngobrol sebentar sebelum akhirnya kami ke tengah puncak dan ke spot abu vulkanik dari kawah Jonggring Saloko keluar. Dua itu adalah tempat di mana para pendaki ramai untuk berfoto-foto.
Matahari kian naik, walau belum benar-benar tepat di atas kepala. Udara jauh lebih hangat di atas sini, walau sebenarnya suhu di sini dingin sekali. Mungkin karena kita diketinggian, seolah-olah merasa panas, tapi tetap saja dingin. Kami tidak berlama-lama di Mahameru. Hanya sejam saja saya rasa cukup untuk mengambil foto terbaik kami.
Youtube - Video
* * *
0 comments